Pagi tadi,
aku menerima kabar buruk dari salah satu adik junior.
Salah satu
orang yang mengagumi seseorang lain. Rasa patah hati yang juga sama, yang saat
ini aku rasa.
Mungkin
simple, mungkin juga terlalu simple, hingga sesuatu seperti ‘patah hati’ itu kedengarannya lebay.
Patah hati
sejujurnya hanyalah bagian dari harapan yang tak akan pernah bisa menjadi
kenyataan. Sebagian besar kesalahan pada hadirnya patah hati adalah diri kita
sendiri.
Terus, itu
salah diri kita kah?
Hey~ kalau aku
boleh memilih, aku juga tak ingin patah hati. Kalo boleh milih, aku juga gak
mau jatuh cinta terlalu jauh.
Say, "No" untuk patah hati. (Aku dan mba Laila) |
Kalau, yah
kalau boleh milih soal perasaan yang tumbuh. Gak kayak pacaran, kamu bisa
milih. Tapi soal jatuh cinta, aku nyerah, iya, aku selalu gagal dalam
mengendalikan siapa aja yang boleh aku sukai ataupun engga.
Oke. Berita
buruknya, orang itu udah punya dia yang
lain. Opsi yang perlu aku perbaharui adalah: move on.
Meski aku gak
bisa janjiin ke diri sendiri, kalau opsi yang aku pilih untuk dilakukan bisa
berhasil. Seenggak nya, aku bisa buktiin diri bahwa aku gak selemah itu.
Dan patah
hati gak semenyeramkan kata orang-orang. Asal kita ikhlas buat ngerelain dia
yang pernah singgah sebentar di hatimu.
Hey, kamu,
aku doain langgeng. Aku gak sejahat itu buat doain kamu yang jelek. Dan aku
juga gak sepicik itu buat nikung kamu dari dia. Kamu sama dia, dan kamu pilih
dia.
Itu artinya,
aku perlu mengalah dan relain apa yang seharusnya engga aku biarkan tumbuh di
hati. Makasih ya, udah memberiku kepastian soal ini, sehingga dengan begitu aku
bisa ambil keputusan dan kesimpulan dengan baik. Tentang suatu meng-ikhlaskan
apa yang gak seharusnya aku miliki.
But, thanks,
udah pernah singgah sebentar mewarnai debaran jantung aku.
Love more
time.
© Nida, yang
tengah patah hati
Semarang,
30 Oktober 2015.
#LatePost
No comments:
Post a Comment
Bikin orang bahagia gampang, kok. Kamu ngasih komentar di postinganku saja aku bahagia.
- Kutunggu komentarmu.