Monday, March 30, 2015

HOMESICK SESUNGGUHNYA



Ketika kita jauh dari keluarga, ada yang namanya "homesick"  Bukan rumah yang sakit, tapi hati kitalah yang sakit. Jiwa raga kita… yang juga berpengaruh pada kesehatan fisik.

Aku mahasiswa semester 2 tahun ini, pada titik sekaranglah, aku benar-benar merasakan yang namanya homesick sesungguhnya.

Ketika Aku Jatuh Sakit.
Entah kenapa... tanpamu di dekatku, aku merasa hampa.


Waktu masih tinggal dengan orangtua, saat aku jatuh sakit karena alasan apapun, ibuku selalu ngomel panjang lebar, mirip kereta api, gak akan berhenti jika belum tiba di stasiun. Jadi, aku hanya mendengarkannya dengan kesal campur aduk dengan sebel, toh beliau akan kelelahan sendiri :p

Sekarang? Lihatlah… aku rindu kata-kata khawatirnya yang khas, “Kamu tadi makan apa sih? Dibilangin gak nurut! Sakit tuh kan…”
“Tidur… katanya sakit kok main hape terus?”
“Dibikinin susu tuh di minum, umi capek ngurusin kamu.”

Umi, aku sendirian disini… aku baru saja muntah selepas berbuka puasa, aku menyeduh teh hangat untukku sendiri, dan kembali tidur. Umi, aku menangis disini… sendirian. 


Tak Ada Sambutan Yang Meriah Ketika Aku Pulang.
Aku tetap menjadi diriku yang absurd dimanapun, bahkan... ketika sendirian.
Saat aku pulang ke rumah melebihi pukul 18.00 wib, akan ada seseorang di rumah yang menyambutku dengan ceramah-ceramah kecil. Aku selalu terbiasa menyusun alasan-alasan logis ketika itu, alasan yang berbeda untuk menyakinkan ibuku. Menariknya, beliau percaya. Ketika mengingatnya, aku benar-benar merasa bersalah sekaligus bahagia. Selama aku tak melakukan hal buruk di luar sana… aku tak akan menyesal berbohong.

Sekarang, lihat? Aku pulang pada pukul 12 dini hari karena urusan proker di organisasi pun tak ada yang menyambutku, apalagi menanyaiku, “Kamu darimana aja, pulang jam segini?”
Hanya kegelapan kamar kost, selebihnya… hening. Menyedihkan, ya.

Bertengkar Dengannya Adalah Agenda Rutin Yang Kini Telah Pudar.
Meski tak pernah akur, kita saling bersandar diam-diam.
Saat ayahku mengijinkan anak gadisnya yang nomer-2 ini kuliah di luar Kota. Jauh dari rumah. Saat itulah, akan ada pengorbanan baginya.
Pengorbanan yang tak penting, namun sebenarnya tak penting itulah yang kurindukan.

Aku bahagia. Pada awalnya.
Hingga, aku menyadari… sepi bukanlah sesuatu yang menyenangkan ketika menjadi bagian dari hidup kita.

Aku rindu, guys. Rindu pada cekcok kedua adikku, Dinda dan Lintang. Rindu pada omelan umi yang ajaib, rindu pada kepulangan abi setiap akhir pekan. Rindu mendengarkan Dinda dan Lintang curhat, rindu pada pertengkaran karena rebutan barang-barang tak penting.
Rindu rengekkan Dinda yang setiap kali selalu memintaku membuat puisi, atau Lintang yang selalu memamerkan hal-hal baru padaku.

Sekarang---
Setiap aku pulang dari aktivitas dikampus, aku akan tiduran di kasur, membuka laptop dan mendengarkan lagu dengan memejamkan mata. Seperti itu, terus selama beberapa waktu.

Aku Kesepian, Aku Tak Nyaman Dalam Keadaan Ini.
Bahkan jika aku tak memiliki 'sahabat' disini... aku masih memiliki mereka, disana.
Jika kau bertanya padaku tentang teman-teman. Aku punya mereka… aku kenal banyak orang disini. Namun, kenapa aku kesepian?

Definisi sesungguhnya dari kesepian adalah diri kita sendiri. Meski dalam keramaian, selama aku gak merasa nyaman, aku tak pernah bahagia.

Aku punya beberapa hal yang menjadi rahasia dalam hidupku. Meski aku mencoba terbuka pada lingkungan manapun, akan ada saatnya, keadaan membuatku sadar bahwa aku tak bisa.

Aku kesepian dan takut. Aku takut pada hal yang lebih menyeramkan dari yang aku pikirkan. Ketakutan itu telah ada sejak aku masih kecil, semacam trauma.

Aku pernah berharap, dan masih berharap… Semoga lingkungan ini dapat membuatku terus bertahan dan menjadi gadis yang kuat.

Aku Ingin Membuktikan Padanya, Bahwa Aku Mampu.
Merekalah bahan bakar untukku berjuang mengapai mimpi.
Ada alasan kenapa aku masih tetap bertahan, masih tetap berjuang, juga masih tetap berdiri teguh pada prinsipku.

Alasan itu sangat klise dan menjadi alasan yang terlalu umum. Namun bagiku, alasan itulah kenapa aku punya mimpi dan berjuang untuk mewujudkannya.

Aku ingin membuktikan, bahwa pada keadaan seperti ini. Aku bisa berhasil. Aku bukan nomer 2 yang lemah (^.^v)
Doakan selalu, anak gadismu ini, abi, umi…
Semoga Allah.swt mengijinkanku untuk kembali dengan kebanggaan di hadapanmu, aamiin!
Aku janji akan menjadi Nida yang strong--
Aku. Yang kesepian disini,
© Nida

                                                                                                                   Semarang, 30 Maret 2015
23.42 wib

Saturday, March 28, 2015

Kuliah Semester DUA

#LatePosting 

Hello, kali ini Nida akan sedikit berbagi cerita (atau dengan kata lain; curhat) tentang kesan pertama kuliah di semester 2. Cekidot~

Senin, 02 Mart 2015
Sistem Informasi Manajemen, 08.40 – 10.20 wib.
Ini mata kuliah semester 4, bro sis #TepukJidat. Dan sejauh ini, cuman ada dua orang dari angkatan aku (angkatan 2014) yang masuk ke dalam kelas yang notabene nya adalah kakak senior angkatan 2013, wkwk.
Berasa salah masuk kelas. Kebetulan, aku sekelas juga sama beberapa agen kakak senior di Himpunan Mahasiswa Jurusanku, HMA. #JedotinKeTembok.
Kesan pertama saat tau hal tersebut: Aduuuuh, matilah diriku~ nanananana.
Hahah, taulah… pusing tujuh keliling :’(
Alhamdulillah, aku dapet kenalan baru, senior juga sih, semester 6, gak boleh kepo namanya yaks. Dan Alhamdulillah, masih bisa ngobrol sama dia walau cengo sendiri disana.

Hari pertama, dosen masuk agak telat, dan lalu ngobrol-ngobrol sebentar, kemudian kita absen + diminta membuat kelompok dengan anggotanya = 5 orang. Gak tau deh buat apaan. Btw, sekilas info, nama dosennya Dr. A.P. Maaf cuman ngasih inisial aja :*

Pendidikan Agama Islam, 10.20 – 12.00 wib
Tadaaaa, aku ngambil pendidikan Agama Islam di semester 2. Dosennya php, bro sis. Kita udah nunggu lamaaaaa banget, tau-tau gak dateng.
Katanya sih, ini dosen luar gitu deh. Kemungkinan besar, jarang masuk.
Alhamdulillah, aku sama temenku di semester 1 sekelas. Namanya, Retno.

Alogaritma dan Pemprograman 2, 12.30 – 14.10 wib.
Sebenernya ada kelas Alogaritma dan Pemprograman 1. Karena aku ngambil sks semester 4, aku mengorbankan kelas Alogaritma dan Pemprograman 1. Dari yang aku tau sih, mata kuliah barusan gak terlalu penting kok. Masa, jurusan Akuntansi ada mata kuliah yang lebih wajib di pelajari di jurusan TI? Hadeeeeh~
Tadi aja, aku sampe bingung beberapa kali waktu ngerjain beberapa contoh pratikum. Well, Alogaritma Pemprograman 1 dan 2 bedanya terletak pada teori vs praktek. Kalo di Alogaritma dan Pemprograman 2, lebih ke praktek nya langsung.
Semoga pilihan Nida untuk mengorbankan Alogaritma dan Pemprograman 1, gak sia-sia. Aamiin!

Dan btw, aku dapet temen juga sih… cowok, namanya: U. Hehe, sengaja, yang baru kenal cuman pake inisial biar gak ada yang kepo.
Lumayan nanti-nanti bisa minta di ajarin. Plus kayaknya sih, si U senior deh. Gak tau angkatan berapa. Hayooo~ jangan salah sangka ya, siapa tau, dia dapet B dan ngulang mata kuliah ini karena pengen dapet A (^.^v) Positif thinking aja terhadap orang lain.

Dan baru pertama pertemuan, udah ribet banget belajarnya, pake software Delphi pula… Aku sampe beberapa kali ngerepotin mas-mas asisten dosen nya, wkwk.
Finally, dosenku cewek, namanya L.H.,M.Kom. Beliau meminta kita untuk duduk di tempat yang sama saat pertemuan berikutnya. Soalnya, nyimpennya beda cara dengan kayak TI semester 1.

Pengantar Bisnis, 18.30 – 20.10 wib.
Ini kelas malem :’(
Beberapa bilang, kelas malem tuh asyik-asyik dosen dan anak-anaknya. Emang bener sih, ‘agak’ asyik. Cuman dosennya, dataaaaarrrrr~ wkwk.
Entahlah. Ekspresi pak dosen datar banget. Suaranya kecil. Juga keliatannya kocak, cuman beliau sendiri engga pernah berusaha kocak (^.^v) bingung kan ngartiinnya? Iya-in aja biar ngeh.

Pertemuan pertama ini, pak Dosen telat. Kirain php, kayak mata kuliah Agama. Alhamdulillah engga. Butuh perjuangan loh buat dateng ke kampus di hari hujan, malem-malem pula.
Masuk ke kelas, aku sekelas sama beberapa temen di semester 1. Asyiiiikkk.
Lalu bapak M.T.H.,M.Si,Akt ini mengabsen kita satu per-satu. Duh paaaak, gak kedengeran, kata anak-anak di bangku belakang.
Setelah itu, ada pemilihan komting (semacam ketua kelas kalau di SMA) dan pemberitahuan bobot nilai: 50% tugas, 30% uts, 20% uas. Kayaknya bapak ini gak pelit nilai deh.
Alhamdulillah.

Selesai. Kita pulaaaang. Di luar hujan.
---

Hhhm, aku cerita sedikit lagi yaaa… curhat gitu.
Aku dari pagi sampe sore gak pulang ke kost loh :’)
Selama jeda, aku nunggu di meja batu, depan gedung D. Jaga stand gitu… aku panitia DinusEduCulture sih, hehe. Ada Seminar Nasional untuk yang domisil Semarang, more info:
Tanggal 19 Maret 2015.

Dan well, kak Ricko juga minta aku ke ormah untuk bantuin bebersih. Cuman jadwalnya bentrok, wkwk. Maaf yaaa kakak :p

Plus, sepulang dari Alogaritma dan Pemprograman 2, aku ke camp UKM Pers sama mba Ajeng dari jurusan Dkv. Bantuin pasang striker di poster-poster gitu. Sekaligus mau ngambil Megicom yang mba Ajeng sumbangin, hehe. Lumayan loh…
Mba Ajeeeeeng~ makasih yaaap :* Muaaach. Makasih juga tebengannya sampe depan kost. Kalo gak nebeng, aku malu banget pulang bawa-bawa bungkus Megicom yang gede gitu (^.^v)

Finally, hari ini capek banget. Sepertinya aku mau flu, harus di jaga nih makananya.
See you postingan ‘Hari Selasa.’


Mahasiswa Semester 2, Unv. Dian Nuswantoro
© Nida

Semarang, 02 Mart 2015

Friday, March 27, 2015

Untukmu, Kepala Keluarga Dalam Organisasi.

Organisasi adalah wadah untuk orang-orang aktivis di kampus, sekolah maupun lembaga formal informal lainnya. Organisasi merupakan rumah ‘tujuan’ kedua setelah tujuan utama. Ketika kita memutuskan untuk ikut dalam lingkaran organisasi, kita akan membuat komitmen yang mau tak mau, harus menjadi tujuan kita hingga akhir.

Pada titik tertentu, setiap orang dalam lingkaran yang mengikat akan merasakan yang namanya; jenuh. Semacam fase kehilangan semangat yang terjun secara dratis.

Di Fase Inilah, Aku Berusaha Tetap Berjuang.
Aku ingin berjuang~
Aku tau, tindakanku telah membuatmu kecewa, kak. Aku pun kecewa pada diri sendiri. Namun, mengingat bahwa aku juga sama-sama berjuang keras untuk menyakinkan diri adalah suatu hal yang patut dihargai.

Meski klise, kau pasti paham rasanya. Rasa yang sama ketika seseorang ingin menyerah pada tujuan awal sebenarnya. Karena komitmenku, aku berjuang menyakinkan diriku untuk bangkit. Menyakinkan diri bukanlah perkara mudah.

Aku Tak Bahagia Bersama Mereka.
Meski tersenyum, hatiku berontak...
Aku pernah berjuang dalam situasi yang sama. Semakin aku membandingkannya dengan masa lalu, semakin aku paham bahwa alasan jenuhku adalah sesuatu yang jauh berbeda.
Tak ada lagi orangtua yang ngomel panjang lebar sore hingga malem, karena aku pulang terlambat. Tak ada lagi nilai turun dratis, karena aku terlalu sibuk mengurus proker-proker besar dibandingkan tugas-tugas kecil. Tak pernah ada yang memarahiku hanya karena aku telat makan, hingga jatuh sakit.
Aku merasa bebas. Tapi, kenapa aku jenuh?
Aku sadar, aku tak bahagia di dalam lingkaran ini. Kau pikir, apa alasannya, kak?

Rapat Bukan Lagi Menjadi Agenda Rutin yang Menyenangkan.
Rapat... Agenda yang paling "membosankan."
Setiap malam pada hari tertentu, ada pemberitahuan darimu perihal rapat rutin, di tempat sekian, jam sekian. Aku membacanya dengan menghela nafas, panjang. Cukup panjang untuk menjelaskan kalau itu adalah kata lain dari frustasi.
Rasanya, tak seperti awal-awal periode di organisasi ini, yang bahkan walaupun hujan maupun panas, aku tetap menebus sekian rintangan untuk dapat mendengarkan ocehan-ocehan ringan kalian.

Hanya memikirkan sekadar turun dari kasur-mandi-dan jalan kaki ke tempat yang kau maksud saja sudah membuatku lelah. Aku merasa, datang dalam agenda rapat rutin dan bertemu dengan anggota lainnya merupakan buang-buang waktu yang tak penting.
Sejenak, aku ingin bertanya, apa kau tau alasannya, kak?

Meski Kekanak-kanakan, Bukan Hanya Aku yang Merasa.
Aku gak sanggup :'"
Pernahkah kau berfikir, apakah aku yang tak profesional atau keadaan yang membuatku menjadi seperti ini? Setiap tindakan selalu ada alasannya, bahkan, saat aku menjawab: malas. Juga pun merupakan alasan.

Aku tak pernah sendirian. Aku tau, bukan hanya aku yang merasakan apa yang tengah aku hadapi. Meski dengan alasan berbeda. Kita sama-sama merasa jenuh. Jika dia perlahan mundur, aku memilih untuk tetap maju walau setengah hati.

Kak, semoga kau tak terlalu kecewa sebelum tau alasan yang sebenarnya dari mereka.
Dan kuharap, mereka juga tau diri dengan tidak bertindak terlalu naif. Walau berat, tak pernah ada yang boleh lari dari tanggung jawab.

Karena Aku Takut. Terlebih, Pada Diriku Sendiri.
Semoga pilihanku, tak salah.
Aku gak peduli apa kata orang lain, bagaimana mereka memandang aku. Sebenarnya, aku ‘mencoba’ gak peduli. Karena itulah, aku takut pada diriku sendiri.
Semakin dewasa dan kompleks permasalahan yang setiap orang punya, aku tau bahwa aku tak harus menjadi sempurna dan menyenangkan setiap orang. Meski harus dibenci dan dicaci, jika aku ingin, aku akan melakukannya.
Beruntungnya, kak, aku masih punya akal sehat. Aku masih tau batas. Dan aku cukup ngerti untuk tidak melanggar komitmenku sendiri.

Aku masih bertahan karena aku ingin. Rasanya tinggal setengah periode lagi itu terlalu menyiksa.

Karena Aku Butuh Bantuanmu.
Karena, aku hanyalah aku.
Meski keterlaluan. Aku menulis ini bukan untuk menyindirmu, kak. Jadi jangan salah paham. Aku menulis ini untuk kebaikanku, juga mungkin, kebaikanmu.
Karena, ketika suatu kondisi seperti ini datang. Selain pada Tuhan, aku ingin bercerita padamu. Berkeluh-kesah di depanmu. Dan atau kalau bisa, aku ingin memohon bantuanmu.

Ini adalah masalahku. Meski keadaan juga turut salah. Ini tetaplah masalahku. Ada sisi-sisi tertentu yang membuatku berhenti melangkah dalam tujuan awal. Kuharap, kau mengerti maksudku… Memahami apa yang ingin kusampaikan. Dan menolongku.
Ulurkan tanganmu, kak. Bantu aku bangkit lagi seperti awal sebelumnya. Bantu aku bisa menjadi diri sendiri dan merasa ‘hidup’ di lingkaranmu, keluarga kita.

Sekali lagi, maaf membuatmu kecewa. Aku janji akan berusaha semampuku untuk bertahan :v

Dariku yang hampir terjatuh.
© Nida

Semarang, 27 March 2015
23.25 wib.

Monday, March 16, 2015

4 HURUF ITU= A.Y.A.H


#LatePosting #PUISI
Di dedikasi untukmu, abi kami

Hai, ayah…
waktu kecil, aku pernah bertanya,
jika ibu adalah Dewi
lalu, apa kamu itu Dewa?

Kutanyakan kembali sekarang
sebab, dulu hanya kau jawab dengan senyuman.
lantas itu membuatku semakin penasaran
sejak kapan sebuah senyuman adalah sebuah jawaban?

Tapi di masa depan,
kau bilang, aku akan temukan jawaban
bahkan jika jawaban yang aku temukan salah
kini baru ku sadari, apapun itu… hadirku adalah kebahagiaan tersendiri baginya.

A.Y.A.H: Always, You. Always, Happy.

Semarang, awal Januari 2015
© Annida Sholihah

Rumah. Tujuan Akhirku Melepas Lelah

Dear rumah,
taukah kau, bahwa sama sekali belum ada yang menggantikanmu di hatiku. Tempat tujuan akhirku saat aku merasa kesepian dan tak sanggup lagi untuk melangkah. Saat aku merasa dunia sudah terlalu jahat. Saat aku kehilangan semua selera dan semangat hidupku. Saat aku sudah mulai lelah, atau bahkan, saat aku mulai berfikir untuk menyerah.

Di sudutmu itu,
aku memikirkan semua potongan-potongan hidup yang telah berlalu. Betapa semua yang telah menjadi kenangan itu adalah bukti nyata bahwa aku tak selemah yang mereka kira. Bahwa perjuangan hidupku bukanlah berhenti pada titik jenuh disini, bukan sekarang ini.


Aku selalu merindukan sudut itu, di kamarku. Tempatku memaki hidup yang penuh dengan ketidak-adilan. Di sudut itu, aku menangis, tertawa bagai orang gila, atau berhenti bernafas sejenak. Berhenti untuk semuanya, dalam satu detik.

Aku rindu sudut itu, sudut tempatku merenung atas semua dosa yang ku torehkan. Menangisinya, menyesalinya, memberikan waktu untukku membenci diri sendiri, kemudian bangkit kembali.

Aku rindu sudut tempatku bersujud sejak beberapa tahun ini. Sudut tempatku melukiskan semua harapan-harapan semu pada Tuhan. Sudut yang menjadi saksi bisu, bahwa aku pernah bermimpi sedemikian tinggi. Tanpa kusadari, apakah mimpi itu adalah mimpi yang akan menjadi nyata, suatu hari nanti.

Tak pernah kusadari, rasa rindu ini adalah rasa yang tak pernah ada. Kalau… aku tak mencoba keluar dari zona nyaman.

Tak pernah kusadari, rasa rindu ini adalah rasa yang sudah tumbuh perlahan-lahan. Memberikan kenyaman di dalamnya.

Umi, abi, Dinda – Lintang. Keluarga kecil, tanpa pernah berhenti cekcok setiap hari adalah alasan terbesarku, kenapa aku rindu rumah.

Mungkin juga, itu yang kakak-ku rasakan.
Kita yang jauh. Kita yang bertahan untuk tetap berjuang di sini, demi mimpi.
Kita yang hanya pulang dengan mengandalkan jadwal libur panjang.

Dear rumah,
sejauh apapun aku melangkahkan kaki untuk merantau, merajut mimpi. Aku, Nida, tetap akan berhenti sejenak di sana. Sekadar untuk singgah, melepas rindu, melepas lelah, ataupun merenungkan kembali masa-masa yang telah menjadi kenangan di hati. Tetap, aku akan pulang ke sana. Duduk di bangku yang sama. Dan tidur di tempat yang sama.

Dear rumah,
perlukah kukatakan bahwa, aku hanya ingin berjuang. Mewujudkan coretan kecil tempatku dulu menulis impian di tempatmu.
Semoga, di hari nanti aku sepenuhnya kembali, aku dapat mengatakan, “Hey… aku berhasil.”
Aamiin!

Dariku yang tengah berjuang di tanah rantau,
© Nida

Semarang, Maret 2015