Sunday, March 16, 2014

MIDNIGHT MEMORIES [CERPEN]

 MIDNIGHT MEMORIES
A Story (Cerpen) by Annida Sholihah
Genre: Romance, Sad

Niall Horan sebagai Niall James [2014]
Demi Lovato, sebagai Natalie Cassidy

"Ketika cinta itu pergi, dia akan selalu ada di dalam hatimu. Di dalam kenanganmu."  


Winter, 2009. Jembatan London, England.
       Seorang pria dengan mengenakan topi baseball Amerika berlari kecil di sepanjang jembatan yang menghubungkan Kota London dan Southwark, ia bergumam dengan suara yang cukup keras. Cukup lantang untuk di dengar oleh dirinya sendiri, “Sial! Gadis sialan!”
       Ia menendang sesuatu dengan kaki panjangnya. Kepalanya terangkat, sehingga, mata hijaunya yang besar dapat menatap salah satu bintang paling berkelip di antara bangunan southwark cathedral yang menjulang tinggi. Dengan susah payah, laki-laki itu tampak bergolak dengan hatinya sendiri. Tanpa mengiraukan angin malam di musim dingin, ia menangis. Benar-benar menangis.
***

February, 2014. Gedung Welsh Centre, London. 
     “Miss Natalie, sayang?”
     “Ya?” Gadis itu menoleh seketika saat namanya di panggil, penampilannya terkesan berantakan. Celana jeans cokelat dan kemeja putih, terlihat tak pantas di kenakan seorang gadis untuk pergi ke pesta pernikahan. Walaupun, pesta itu milik sahabat dekatnya.
      “Ya ampun. Tak heran ini kau,” Ucap gadis satunya setengah kecewa, setengah malu. Ia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri beberapa kali, mata birunya mengamati, tangannya yang di balut sarung tangan kontars mendarat di dagunya, “Harusnya aku mengajakmu ke tata riasku sekalian. Aaaah sungguh malang sekali, sayang.”
     Natalie mendesah frustasi, “Sepertinya kau sibuk. Kesanalah! Urusi urusanmu saja, aku ingin makan-makan,” Ucap Nat kemudian, ia mendorong sahabatnya menjauh.
       “Baiklah, Nate. Nikmati  pestanya, aku akan segera kembali.”

       Dengan nafas yang berat, Natalie menatap sahabatnya yang sibuk dengan ‘keluarga baru’ di pesta pernikahan yang indah. Nat masih menatap tempat yang sama dimana sahabatnya itu berada. Kali ini, ia melihat sebuah frame besar, seperti lukisan dinding. Lukisan dua orang malaikat putih yang berpose sangat mesra, “Terlalu norak sekali,” Cibir Natalie pelan. 
       Di ujung foto itu, ada dekorasi berbentuk tulisan dan beberapa lampu neon keemasan, yang mulai menyala seiring dengan tenggelamnya matahari, di sana tertulis dengan sangat jelas: “THE WEDDING: HARRY STYLES AND ANNA STEWART.” 
       Tanpa merasa malu, Natalie memakan berbagai jenis hidangan yang tersedia di meja panjang dengan lahap, diam-diam seseorang memperhatikannya dari kajauhan. Di suatu sudut, orang itu tersenyum simpul. Ia sudah memperhatikan Natalie sejak di pintu masuk. Karena penampilannya yang tak biasa? Bukan. Karena gelang yang di kenakan Natalie. Gelang pemberian kakaknya, 5 tahun lalu. Saat itu merupakan terakhir kalinya Natalie menemuinya. Natalie menyadari, ada yang menatapnya diam-diam, “Si rambut pirang… Kenapa dengannya?” Ujar Nat dalam hati.
       “Namaku Niall,” Tangan Niall terulur di hadapan Natalie, pakaian yang di kenakan terlihat lebih baik dari para tamu pria muda kebanyakan. Seperti biasanya, Niall selalu memandukan gaya santai dan rapi untuk acara formal. Dengan T-Shirt putih dan jas cokelat polos, serta celana jeans merk Levi’s. Terkesan stylis, namun tak berlebihan.
       “Semua orang pasti mengenalmu, huh?” Sindir Natalie pelan. Benaknya bertanya-tanya, apakah si setengah pirang ini mengenalnya? Kenapa ia menatapnya seperti itu? Apakah dirinya aneh? Atau jangan-jangan, ia tertarik padanya? Semacam itulah…
       “Aku tak tertarik. Mana ada pria normal yang akan tertarik dengan tingkah lakumu barusan?” Niall tersenyum jahil, seakan dapat membaca pikiran Nat. Ia melepas kacamata hitamnya dan mengendikkan bahu, tak peduli.
          “Gelang itu… dimana kamu membelinya, cantik?”
      Natalie ternganga mendengar kata ‘cantik’ dari orang lain. Seumur hidupnya, hanya kakak dan ibunyalah yang pernah mengatakan kata-kata ajaib itu. Bahkan ayahnya tak pernah, ibu dan kakaknya. Mereka berdua perempuan.
       “Apa yang tadi kau katakan?”
       “Gelang itu?” Ulang Niall memperjelas. Dari ekspresinya, ia tampak bosan.
     “Ehehe- Maksudku, kata yang terakhir,” Natalie tertawa tanpa sebab, membuat Niall semakin heran. Dengan serius, Niall memperhatikan caranya tertawa, ingatannya kembali pada 5 tahun yang lalu.
***
[Flashback] Tahun 2009.
       Dua orang dengan pakaian couple tengah berjalan bersama di tepi pantai. Jari-jari mereka bertautan, bersatu dalam siraman matahari pagi. Dua orang itu bermain dengan riang, saling menjatuhkan, melempar pasir yang basah dan menyibakkan deburan ombak yang melewati mereka. Tawanya alami, keduanya terlihat bahagia. Salah satu dari kedua orang itu, adalah Niall.
       Tantanan rambut Niall masih sederhana, seperti kebanyakan orang. Warna rambutnya masih alami, cokelat tua kehitaman. Niall hanya remaja laki-laki biasa yang hobby makan, bermain gitar dan tertawa seperti anak-anak. Senyumnya tak pernah berubah. Dengan mata hijaunya, gadis manapun akan meleleh.
      Gadis di sampingnya, Brin Cassidy. Brin terkenal sebagai seorang penulis muda berbakat di kampus. Ia lebih tua 2 tahun dari Niall. Tapi, tak ada yang bisa menghalangi cinta mereka. Niall bertemu Brin secara tidak sengaja dan menjadi dekat seiring dengan berlalunya waktu. Brin, merupakan cinta pertama yang mengubah hidup Niall.

    Brin menghentikan permainan, ia mengapit lengan Niall dengan manja, membawanya menjauhi ombak, “Niall… Ayo kita kesana,” Ucap Brin riang, salah satu tangannya yang bebas menunjukkan sebuah tempat dimana kita dapat melihat matahari terbit. Di sampingnya, Niall hanya tersenyum menyetujui. Hari masih terlalu pagi. Tak ada orang di sana selain mereka.
      “Aku pasti akan merindukan tempat ini,” Niall tetap diam membisu, ia menunggu Brin mengucapkan kata selanjutnya. “Sungguh, maafkan aku,” Brin berbalik, tersenyum. Air mata sudah membasahi pipinya yang chubby. Ia berusaha mengatur nafas dan nada suaranya, sebelum mengucapkan kata berikut, “Aku sudah mengatakan semuanya. Jadi, jika sudah saatnya. Maukah kau berjanji?” Sambung Brin, “Maukah, hm…. Kamu mau kan?” Tangisnya tertahan, Brin menguncangkan tubuh Niall pelan. Niall menarik Brin ke dalam pelukannya, tak ada kata-kata yang keluar.
       “Niall…” Akhirnya Brin mengalah, melepaskan pelukan itu, menghela nafas panjang.
       “Aku berjanji Brin, jangan khawatirkan aku, oke?”
     Mereka berdua kembali bersenang-senang, seakan lupa akan masalah yang baru saja terjadi. Brin berlarian seperti anak kecil di sampingnya. Walaupun hatinya pedih, Niall tetap tersenyum, menatap tawa Brin. Untuk yang terakhir kali.

Flashback End
***

      “Miss Cassidy?” Tanya Niall penasaran,
      “Errrrr… Darimana kau tau?” Natalie mendelik, matanya yang cokelat terlalu jelas terlihat, seperti langit London saat senja. Dan Niall menyadari itu, Nat maju selangkah lebih dekat, “Jangan-jangan kau penguntit, ya?” Tanyanya penuh intograsi.
       Secara tak sadar, Niall kembali tersenyum, “Tidak. Aku hanya tau saja.”
    Natalie menarik tangan Niall ke tempat yang lebih aman, di sudut aula. Menghindari kemungkinan gadis-gadis histeris menemukan mereka berdiri berdekatan. 
      “Hey. Katakan sejujurnya, dimana kau tau semua ini? Cassidy dan Gelang ini? Apa-apaan in…” Lagi, kata-kata Natalie menggambang begitu saja, ia menyimpulkan sesuatu, “Aaaaah. Kak Brin, iya kan?” Melihat Niall yang diam saja, Nat menyikutnya.
      “Kau tak tau apapun ya?”
      “Memangnya kenapa dengan kakakku? Apa yang terjadi?”
     “Tak tau?” Ulang Niall tak percaya, ia mendesah kesal, “Kakakmu itu… menghilang kan?”     
     “Ya. Dia memang menghilang begitu saja, tapi… Eh tunggu!” Natalie kembali terkejut, bola mata Nat hampir keluar, saking kagetnya, “Kakakku menghilang? Menghilang selamanya, begitu maksudmu?”
    “Ya. Selamanya,” Jawab Niall. Hal itu sukses membuat Natalie berteriak dan menarik perhatian orang lain. Sial!
***
     “Tutup mulutmu!” Niall menarik lengan Natalie secara paksa, membawanya ke suatu tempat, dengan mobil  ford range rover milik ayah Niall, keluaran terbaru. 
       “Ini penculikan? Oh My God, btw berapa nomer teleponnya pak polisi?” Nat berbalik menghadap ke arah Niall yang sibuk menyetir. Dengan polos, Natalie mengambil Handphone Niall yang berada tak jauh darinya. Belum sempat ia raih, Niall mengarahkan mobil dengan tiba-tiba untuk berbelok. Refleks, Nat terbentur ke depan.
       “He-eh. Jika tak boleh, bilang saja tak boleh! Aiiish, sakit sekali! Dan apa maksudmu, tentang kakak?” teriaknya kesal. Rasa kesal Nat naik menjadi level tiga, saat tau Niall sama sekali tak peduli. Niall berjalan ke luar, memenjamkan mata. Nat memutuskan untuk mengikuti caranya memenjamkan mata.
      “Kakakmu… menghilang selamanya dari pandanganku,” Ucap Niall kemudian, kenangannya kembali pada masa lalu. Bayangan dirinya yang berjalan bergandengan, meniup kembang api, dan melempar batu bersama-sama di atas menara southwark cathedral terekam jelas, “Sudah lima tahun…” Niall masih memenjamkan mata. Nat mengamatinya dengan perasaan campur aduk, antara simpati dan peduli.
    “Sudah lima tahun aku tak menemuinya. Ia bilang akan pergi… Entah kemana, kita mencarinya kemanapun, tetap saja nihil,” Dengan tiba-tiba, Nat juga merasa hampa, air matanya hampir tumpah mengingat semua kenangan yang pernah ada, “Kau pasti cinta pertama kakak, dia pernah bilang, dia sangat mencintaimu, sebagai adik.”  
       Kata-kata Natalie barusan sukses membuat Niall menghentikan sesi flashback nya, “Ya, hanya sebagai adik,” Ujar Niall lemah.
       Natalie memandangi sungai Themes yang terbentang luas di depan, menerawang, “Itu rahasia kakak, kenapa dia pergi dari kita. Bagaimanapun juga, tak ada yang bisa membuatnya kembali. Jangan membenci Brin, kumohon…” Ucap Natalie, lebih seperti sedang mencoba bernegosiasi dengan dirinya sendiri. Niall yang memang masih tak mengerti hanya tertawa hambar.
     “Sungguh, pertama-tama. Lupakan kakakku. Karena pasti sulit, mencintai seseorang hanya dalam kenangan.”
       “Hey, Cassidy. Kenapa kau sangat bawel? Siapa yang bilang aku membenci kakakmu, apa kau mencoba menghibur dirimu sendiri? Dasar bodoh!” Niall menggunakan kesempatan ini untuk menjitak dahi Nat yang tertutup dengan rambut.
        “Aku tau, aku tau… Sudahlah, dan namaku Natalie. Jangan panggil aku Cassidy, huh?
     “Nataly? Baiklah… Kupikir kau mirip Brin, ternyata jauh beda. Hanya, apa ini? Matamu bahkan berwarna cokelat, dan rambut itu...”
       “Hey… lupakan soal Brin, tidak bisakah kita mengawali pertemuan pertama ini dengan baik? Ohya, rambutku. Brin kan pirang, sementara aku hitam lebat, apanya yang sama?” Tanya Nat setengah kecewa, karena pada kenyataannya, Brin jauh lebih cantik. 
       Tanpa mendengar apa yang Natalie katakan, Niall berjalan menyelusuri Jembatan London, terus ke arah timur. Ke arah Jembatan utama, Tower Bride. Di belakangnya, Nat berlarian kecil, sibuk dengan tali-tali rendra dari jaket rajutan yang ia kenakan. Rambut tebalnya yang tidak lagi di ikat kebelakang, bergelombang ke sana kemari ditiup angin, poninya bahkan merusak penglihatan. Dari ekspresi wajah putih yang menyerupai vampire, Natalie seperti orang stress dan depresi. Diam-diam, Niall tertawa. Ia menoleh beberapa kali, dan terus berjalan tanpa peduli.  
        “Hey Nataly! Cepatlah. Lihat tuh, matahari akan segera terbit!” Teriak Niall dengan jahil. Nat menyusul Niall dengan langkah yang lebih cepat. 
      “Namaku Natalie, bukan Nataly. Natalie! Natalie, Nata... Eh, tunggu!” Mereka berdua tertawa bersama. Mereka, dua orang yang tersiksa dengan kenangannya selama 5 tahun terakhir. Dalam hati, Niall bernarasi:
 
“Gadis ini... Dia mempunyai luka yang sama sepertiku, Brin. Dimana kau? Apa kau baik-baik saja? Aku masih tak mengerti, kenapa kita harus berpisah. Tapi sekarang, aku ingin mengatakan ‘selamat tinggal’ yang sesungguhnya.” 

CATATAN:
Cerpen ini di ikutkan dalam tantangan "@KAMPUSFIKSI" #DeskripsiFisik. 
Dengan mengambil tokoh: 
Niall Horan sebagai Niall, 
dan Demi Lovato sebagai Natalie.

Untuk tokoh pendukung: 
Taylor Swift  sebagai Brin Cassidy 
dan Selena Gomez sebagai Anna Stewart. 

BONUS PICT :
Niall, 5 tahun yang lalu [2009]
Taylor Swift sebagai Brin Cassidy
 

Thursday, March 13, 2014

[LINK] TANTANGAN TRIPLE A

Selamat siang menjelang sore. Selamat pagi menjelang siang. Selamat Sore menjelang malam atau, selamat malam menjelang pagi! Tergantung pada waktu apa anda membaca postingan ini, sebelumnya aku boleh mengatakan satu hal? 

"Tolong kasih komentar setelah membacanya!!!!"

Baik. Jika tak bisa di kolom komentar pada bagian bawah postingan, silahkan hubungi twitter atau facebook kami masing-masing. Nih link-nya:



Komentarin apa ya? Tentu kita punya 'komentar' setelah membaca suatu postingan. Seperti yang sering adik aku lakukan. 

"Mba itu... ada yang typo di bagian ini nih."

Begitulah... itu termasuk komentar ya kan? Tak terlalu muluk-muluk sekali malahan, tentu kalau kalian sudah bukan di level SD lagi, komentarnya bisa lebih dari itu haha XD

Kadang, aku bisa tau siapa saja dan berapa banyak yang sudah membacanya. Tapi, aku gak tau pendapat mereka. Sungguh, seorang penulis butuh kritik dan saran dari mereka. Sang Raja dan Ratu. Dan sang Raja dan Ratu untuk penulis adalah pembaca ^-^ Kalianlah sang Ratu dan Raja yang aku maksud.


Dan itu sangat di sayangkan. Aku cuma ingin tau seberapa perkembangan tulisan aku, lagipula. Aku masih banyak belajar teman-teman.

Baiklah, postingan aku kali ini, mengenai LINK lengkap, hasil akhir tantangan kami. Biar gampang nyarinya. Nah, sebelumnya, kita kilas balik dulu mengenai pertanyaan, "Tantangan apa sih, itu?"

Tantangan di sini merupakan ide aku sendiri. Aku berniat buat cerita mengenai 'pendapat' kita tentang persahabatan yang selama ini terjalin kurang lebih 3 tahun. Aku ingin merayakan ulang tahun persahabatan kita, sekaligus perpisahan terakhir sebelum sibuk UN dan SBMPTN. 

Maka dari itu, kita sepakat untuk membuat suatu postingan dengan tema: Persahabatan Triple A.
Jadilah. Kita menulis pengalaman, suka duka ataupun opini kita selama ini mengenai Triple A. 
Selain untuk mengisi waktu liburan seminggu penuh, tulisan ini di dedikasi untuk memperkenalkan 'TRIPLE A' pada yang lain.

Kita menyakinkan, melalui tulisan ini bahwa... Persahabatan itu indah dan akan selalu indah, sejauh apapun kita berpisah dan selama apapun kita menjalani hidup masing-masing. Tak akan ada yang bisa menggantikan kenangan kita. Kenangan yang kita habiskan bersama-sama di umur kita yang masih remaja. 

Happy Reading. Kita adalah sahabat sejati, selamanya... TRIPLE A ({}) 

[LINK TANTANGAN TRILPE A]

Blog Aini Sabila [penyukaelmo.blogspot.com]

Ai Elmo


Blog Annisa Aprilia [annisaapriliastory.blogspot.com]

Nisa San



Blog aku, Annida Sholihah [annidatorytory.blogspot.com]

Nidake



Baiklah, segitu saja dulu. Kalau link-nya salah tolong kasih tau ya ^-^ 

Sampai Jumpa!

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxqkHW9CId66Y3H-cG8e2AxMknWuQ8_n_opUFCHtV8WRQxAlNSg8cn6tu5TFhRc2IPUReXycuoCxzEhMJIWWXzDceHYu3gx2m2PFwnSwV-QyNCMpYuakLhDGvUiaQXN8qT8Z2Y25o4eJbh/s1600/Photo2741.jpg
Triple A

Wednesday, March 12, 2014

DIA PASTI KEMBALI



#FF2in1 [LET IT GO - DEMI LOVATO]

DIA PASTI KEMBALI
A Story (Flash Fiction) by Annida Sholihah

Tiga tahun… dan kenangannya masih saja ikut denganku. Membayangi. Terkadang mengabur, tetapi dalam moment tertentu terlalu jelas untuk kutampik. Aku ingin melupakannya, terlalu sulit. Dan aku sudah mencoba beberapa cara yang terbaik. Terlalu menyakitkan. Dan selalu gagal.

Tiga tahun yang lalu, di tempat yang sama. Tempatku berpijak saat ini, tempat di mana hanya aku dan seseorang yang tau, tempat yang menjadi favoritku di masa itu. Di sini, dia mengatakan semuanya. Semuanya yang membuatku harus melupakannya. Semua yang membuatku harus menangis untuk pertama kalinya. Kata-kata yang mengubah seluruh hidupku, dan hidupnya. Dia mengatakannya, di sini.

**
3 Years Ago

“Hai Nataly!” Suara khas-nya membuatku berhenti menulis, aku mendongak dan senyuman kecil mengembang di bibirku.

“Kau datang,” Ucapku dengan hati-hati. Ia tersenyum samar. Tanpa basa-basi, laki-laki jakung ini duduk di sampingku, di sebuah batu besar.

“Benar, dan sesuatu yang buruk terjadi. Aku hanya akan mengatakannya sekali.”

Ekspresinya datar, aku diam saja. Aku sudah tau apa yang akan dia katakan.

“Jadi?”

“Kau tau jawabannya Nat,” matanya bertemu dengan mataku. Tangannya yang hangat menggenggam erat tanganku. Seakan tak ingin di pisahkan. Ia berdiri, satu tangan yang lainnya menyodorkan sebuah buku kecil padaku. Dan tersenyum. Itu senyuman pertama. Senyuman pertamanya sejak aku mengenalnya selama 5 tahun.

Saat itu, air mataku tumpah, aku tak bisa berbuat apapun selain tetap menahan perasaanku.

***

3 Years Later

Aku tak pernah sanggup untuk membaca catatan kecil yang di tinggalkan sahabatku sekaligus cinta pertamaku. Hari ini, di tempat yang sama, aku membukanya, dengan hati yang berdebar.

“ Dear Natalie. 
Nataly… Aku tau kau akan marah atas keputusan ini. Tapi dan tapi… Jangan pernah menangis, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri dan jangan pernah merasa menyesalinya.

Aku pergi dan jangan pernah menungguku. Kau ingat? Ada sebuah lagu dengan lirik yang indah,

let it go let it go 
can't hold you back anymore
let it go let it go 

and here i stand 
and here i'll stay
let it go let it go 

Kau tau, selama sisa hidupku. Aku tak akan melupakanmu.
Selama waktu yang aku miliki, aku akan selalu mengingatmu, Natalie…

Aku tak bisa berjanji untuk kembali. Jadi lanjutkanlah hidupmu. Sadarlah Nat!

Love. Angga.”


“Sudah tiga tahun berlalu…” Ucapku datar, aku menutup buku kecil itu, ada sebersit kelegaan yang tiba-tiba muncul. 

"Lirik lagunya..."

Perlahan, aku kembali ke dalam mobil yang terparkir tak jauh dari sana. Mobil itu langsung melesat dengan kecepatan sedang, melaju di jalanan sepi, gelap dan dingin. Hingga menghilang dari pandangan. Dan aku membuat keputusan baru, setelah tiga tahun menghilang.

Siapa yang bisa tau? Kapan dia kembali…

Monday, March 10, 2014

ANNIDA ANNISA AINI

Note PENTING :
Tulisan ini di dedikasi untuk persahabatan kita, Triple A...
Untuk setiap moment yang kita lalui bersama,  apapun yang aku katakan di sini, aku menyayangi kalian sebagai sahabat ({}) 

THE MOMENT WITH TRIPLE A
ALWAYS BE A BEST FRIEND FOREVER

Triple A
Sahabat? Anda punya seorang sahabat? Sahabat itu lebih dari sekedar teman, sahabat adalah tempatmu berbagi apa yang ada di dalam hatimu. Sahabat adalah mereka yang berjanji tanpa mengatakannya, bahwa ia akan selalu ada untukmu, saat kamu benar-benar membutuhkan orang lain.

Tak ada yang sempurna. Kita pasti butuh seseorang. Untuk mereka yang tak bisa berbagi dengan orang tuanya. Dunia luar benar-benar menjadi pelampiasan. Tapi, beruntunglah kita yang di pertemukan Tuhan dengan orang-orang tertentu. Dia itu, Sahabat…Kita tak perlu tersesat terlalu jauh.

Selalu ada yang namanya suka duka dalam persahabatan. Di sini, aku akan berbagi suka dan duka persahabatan itu, dengan mereka. Triple A. Aku. Annisa Aprilia dan Aini Sabila.



KONFLIK
Tak ada yang namanya ‘tanpa konflik’ bahkan dalam persahabatan sekalipun. Kita juga punya masalah, yang diam-diam kita sadari tapi tak kita pedulikan, atau yang kita tak sadari tapi merasa ada yang ganjal.

Dalam kasusku. Ada beberapa hal yang sejujurnya menjadi masalah kami. Perbedaan kelas. Karena itulah, kita jarang bertemu.

Aini dan Nisa San berada di kelas IPA. Apalagi, kelas mereka bersebelahan. Sedangkan aku? IPS. Jauh dari mereka -,- ada suatu ketika mereka asyik berbicara berdua dan di tengah-tengahnya adalah aku. Mereka mengatakan beberapa hal mengenai pelajaran di kelas mereka. Tidak, aku dan mereka berbeda. Aku belajar menghitung rasio kepadatan penduduk dan mereka belajar menghitung suhu ruangan. Atau aku belajar menghafal apa saja yang ada di dalam suatu badan usaha, sedangkan mereka belajar menghafal susunan tubuh manusia beserta bagiannya. Mereka pergi ke lab dan bereksperimen, aku… tidak seperti itu, aku lebih sering presentasi dan unjuk keberanian di depan kelas. Begitulah~ kami berbeda kan.
Aku tak bisa berkata apapun, bukan karena aku tak mengerti, atau aku tak tau. Karena aku tak tertarik. Itu bukan bagian dari keseharianku di kelas.
Diam-diam, aku hanya bisa tersenyum. Dengan terpaksa. Aaaaah, aku cemburu pada kalian berdua XD

Kita sibuk. Aku benci ini, suatu hari. Aku punya banyak masalah yang tak akan pernah bisa aku bicarakan dengan orang tuaku. Aku benci ini, aku ingin menangis dan memeluk seseorang dan mengatakan aku tak kuat! Aku lelah! Aku berpikir bahwa aku masih punya sahabat. Aku mencoba menghubungi mereka, mengajak mereka bertemu. Tapi, aku pernah harus menelan kekecewaan karena hal itu. Mulai saat itulah, diam-diam aku suka memeluk mereka tanpa komando (persetujuan). Jujur saja, itu terjadi sejak lama. Dan aku butuh pelukan. Tak pernah aku memeluk sembarangan orang. Itu istimewa, pelukan yang aku berikan :’)

Batasan. Akan selalu ada batasan dalam hal apapun. Dalam persahabatan, kita juga tak pernah di haruskan jujur pada segala hal. Aku punya rahasia kecil, yang sampai kapapun aku gak akan memberitahukan kepada kalian. Mereka mungkin juga punya. Dan yang aku sesali, aku tak pernah benar-benar mengenal mereka lebih jauh.
Sebagai contoh ; Aku tau, Aini punya adik laki-laki. Apakah Aini dekat dengan adiknya, akur dengan adiknya atau bagaimana. Lalu dia punya kakak kan? Bagaimana juga dengan kakaknya? Aku tak tau, sungguh terlalu.
Dan untuk Nisa San, aku bahkan tak tau di mana rumahnya. Aku hanya tau, rumahnya di daerah ‘sini’ alamatnya ini. Sebatas itu…  
Karena aku yang tak mencari tau, karena aku yang peduli atau karena mereka yang tak pernah ingin memberitahuku. Seperti itu, aku merasa kita punya batasan. Aku tak mempermasalahkannya, suatu hari nanti kita bisa menjadi lebih tau diri kita masing-masing, ada masanya.

Perasaan. Ini yang paling mengena. Beberapa kali saat kita ngobrol. Rasanya kita pernah tak sengaja salah bicara dan di salah artikan oleh orang. Bahkan dengan sahabat sendiripun begitu. Karena mereka belum bisa memahami, kuharap seiring berlalunya waktu. Kita jadi saling memahami satu sama lain. 
Setelah 3 tahun (kurang lebih) kita saling kenal. Masalah perasaan ini bisa di atasi, kadang kala, kita merasa canggung ketika terjadi salah paham. Pada akhirnya, tak ada yang bicara dan melupakan hal tadi. Begitulah~ aku belajar mengalah. Belajar tak peduli dengan masalah kecil itu. Dan aku banyak berubah. Aku berfikir bahwa, mereka tak pernah bermaksud buruk. Mereka hanya ingin aku menyadari sesuatu kesalahan dan intropeksi. Aku benar-benar sensitif. Dan aku minta maaf, untuk yang itu ({}) 

CITA-CITA KITA
Kita punya impian dan cita-cita, apakah impian itu aneh, mustahil ataupun tak masuk akal. Itu impian kita. Siapa yang boleh protes? Apa hak mereka…
Aini Sabila. Anak polos ini berharap bisa masuk ke jurusan perawat dan kerja di bidang itu. Sama seperti mamahnya. Aku gak tau alasannya lebih lanjut, biasanya orang-orang punya alasan. Aku menyimpulkan bahwa, Ai ingin meneruskan profesi mamahnya. Dia hanya bilang, “Pengin aja…” saat aku bertanya alasannya.
Aini Sabila with me
Annisa Aprilia. Sahabat aku yang satu ini katanya ingin jadi ‘PNS’ aku ingat dia pernah curhat, “Jadi PNS sekarang kata mamah gue susah tau…” Siapa yang tak tau? Itu benar. Lalu? Pada akhirnya, Nisa San bilang dia ingin jadi seorang ‘guru’ tapi tugas guru rupanya terlalu berat ya? Kenapa beb? Itu mulia, aku akan menghargai pilihan kamu. Jadilah guru yang baik dan tak pernah lelah :’)
Aku punya cerita, kamu tau? Kita bisa melihat karakter seseorang dari buku apa yang ia sukai, buku apa yang ia baca atau film apa favoritnya.
Buku pertama (Novel) yang ayahku berikan untuk aku baca adalah “Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata” ada tokoh Ibu Muslimah dan Pak Harfan yang benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa. Aku berpikir, tak banyak orang yang sepertinya. Ia benar-benar ‘TANPA TANDA JASA’ jadilah sepertinya. Aku akan menuliskan sebuah kisahmu, suatu hari nanti. 

Annisa Aprilia with me

Dan aku? Aku pernah bilang, aku ingin menjadi penulis! Editor! Memangnya benar-benar itu? Padahal tidak lho hahah~ aku tipe yang misterius. Aku punya tujuan lain, penulis? Editor? Itu hanya sebagian kecil dari tujuanku. Dan aku gak mau kasih tau XD

Dear Triple A… Jangan pernah menyerah. Ayahku selalu memberiku nasihat untuk itu, secara diam-diam. Aku belajar darinya. Aku menyadari bahwa aku tak pintar, cerdas atau punya keberanian yang besar. Tapi, sesuatu membawaku pada masalah itu. Akhirnya aku belajar, belajar dan mencoba memahami sampai sebatas yang aku bisa. 
Seperti yang Aini katakan, “Nah, lo kan pintar…” Tidak Ai, itu bukan karena aku pintar, aku bekerja keras untuk itu. Bahkan aku muak. Karena aku punya tujuan, maka aku bisa menwujudkannya.
Masih belum mengerti Ai? Contohnya: Saat aku belajar motor, aku meminta ayahku untuk mengajarkannya padaku. Dia terlalu sibuk dan hanya memberiku nasihat agar aku belajar sepeda saja terlebih dahulu, agar aku naik sepeda saja jika tak bisa. Aku bahkan sampai di belikan sepeda laki-laki. Aku bahkan ke pasar lama pagi hari menggunakan sepeda itu. Lambat laun, aku muak dengan semua itu. Aku belajar sendiri, terjatuh, terluka, di malu-maluin tetangga. Begitulah~ sampai pada akhirnya aku benar-benar bisa mengendarai motor.
Itu masih belum cukup jelas?
Ai, pada intinya. Aku ingin mengatakan. Jangan pernah merasa minder, menyerah dan tak percaya diri dengan kemampuan kamu. Kita tau, kita punya kemampuan yang berbeda-beda. Aku yakin, kamu bisa mewujudkan impian itu. Menjadi seorang perawat? Nilai kamu pas-pas-an? Ada jalan lain menuju Roma. Jangan menyerah :’) Semangat!

KEBERSAMAAN
Kebersamaan itu indah. Aku gak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan. Yang aku takutkan dari persahabatan ini adalah, kapan kita harus berpisah? Kuharap tidak. Kuharap hanya kematian yang memisahkan. Kuharap kita di beri umur panjang. Amin!

Ada pertemuan, ada juga perpisahan. Kita berpisah itu sudah tentu. Aku, Nisa San dan Ai akan menjalani hidup masing-masing di masa depan. Kuliah – Karir – Sukses - Menikah – Punya Anak.

Tak ada yang namanya ‘Dimana ada kenangan, pasti akan di lupakan’ itu konyol ya~ hahahah. Kejam, jangan lakukan hal itu. Sangat kejam. Aku berharap, ketika bahkan aku menderita Alzheimer suatu hari nanti, saat aku tua. Aku gak akan melupakan kenangan kita, kenangan masa remaja kita.


Aaaah, sangat menyedihkan jika hanya sepihak saja yang melakukannya. Jadi? Kalian tak akan melupakanku juga kan? Ayo mulai sekarang, dengan sisa waktu yang ada, kita buat kenangan indah bersama!

ANNIDA, ANNISA, AINI
Jujur, bukan hanya mereka sahabatku. Aku punya banyak sahabat. Dan memang, sahabat berbeda dengan teman, bahkan kenalan. Sahabat juga punya tingkatan tersendiri di hati sahabatnya. Tapi, di awal tulisan. Sudah aku jelaskan bahwa, ini di dedikasi untuk Triple A ^-^ Jadi, bukan berarti bahwa sahabat yang lainnya tak se-special mereka

Mereka seperti pelarian buatku. Aku kesepian dan tak punya banyak teman yang peduli, aku mungkin sedikit aneh. Kalau kau mengenalku lebih jauh, alasannya. Aku yakin, alasan itu akan membantu.

Annisa sahabat yang baik. Aku pernah memberi pendapatku tentang mereka, sudah lama sih (Link: Triple A. WHO IS?) saat ini, aku jauh lebih mengenal mereka daripada saat aku menulisnya. Dia sudah mendahului kita (aku dan Ai), dia bukan lagi single. Aaaah~ dulu, aku pernah bercanda bahwa kita menyedihkan, karena kita jomblo. Lalu, dia (Nisa San) akan meralatnya, “Kita gak Jomblo deh Nid. Kita Single. Dan Single itu pilihan” hahah, begitulah Nisa. Dan dia benar, dan aku merupakan tipe cewe yang sulit di dekati oleh laki-laki manapun. Sulit sekali ckck~ Tapi, kuharap. Ada orang yang akan menganggapnya itu sebagai sebuah kelebihan, suatu hari nanti (lagi) >,< 

Dan Aini, dia terlalu polos. Kadang-kadang, ucapannya sangat menyakitkan di hati. Aku mencoba memahami karakternya dan bertanya-tanya 'Bagaimana cara ibunya mengajari dia?' Hidup itu kejam, dan dia menganggapnya biasa saja... Ai, walaupun kamu gak pernah mengerti. Mengertilah, aku dan kamu berbeda. Aku dan kamu di tempatkan di tempat yang berbeda. Aku pernah menceritakan kehidupanku di sekitar sekolah dan dia tak percaya, aku tau Aini tak percaya. Aku mengatakan sesuatu yang mirip sinetron banget dan Ai juga berkomentar, "Sinetron banget...
So, sinetron juga inspirasi dari dunia nyata kan? Tak percaya? Itu benar-benar terjadi. Kamu gak akan menyadari, bagaimana cara orang tuaku mengajarkanku, bagaimana aku belajar dan bekerja keras sendiri, bagaimana aku menjalani hidupku. Selalu butuh strategi. Dan aku menjalani semua itu, mungkin 2 kali lipat... 
Jangan bertanya lagi, jika masih tak memahami. Sungguh ini tak masuk akal. Tapi, jujur. Itulah yang terjadi. 

Aku sering menghabiskan beberapa hal di luar pelajaran sekolah dengan mereka. Makan bareng, ke bioskop, ke perpustakaan, merayakan ulang tahun, curhat dan saling berbagi.
Aku lebih dekat dengan Nisa San di bandingkan Aini. Mungkin, karena dia yang lebih dewasa dan cukup memahami. Dan kita berbagi rahasia kita yang tak pernah kita bagikan ke orang lain :’) Aku senang saat dia berkata, "Lo yang pertama gue kasih tau Nida..." Itu bentuk kepercayaannya padaku. Terima Kasih Nisa San :') Dan terima kasih Ai, untuk tidak lebih menyebalkan di depanku.

Indahnya persahabatan, sederhana dan menyenangkan. Dimana kita bisa tertawa lepas, menyombongkan diri tanpa di sebut sombong, bercerita panjang lebar, saling sindir tanpa merasa tersindir. Indahnya persahabatan. Dimana lagi kita bisa mengenal mereka. Sahabat kita, jika kamu menemukannya. Jangan melepaskannya, jangan melupakannya. Jaga mereka dengan baik. Suatu hari, mereka pasti akan datang ketika kamu butuh mereka, sejauh apapun jarak yang memisahkan, selama apapun waktu yang telah kamu habiskan tanpanya. Karena… Mereka sahabat kita :’) Kita punya kenangan indah. Dan kenangan itu tak akan pernah pergi.

"Ketika kenangannya hilang seluruh kebahagiaannya juga lenyap."  




NISA NIDA . AINI NIDA. TRIPLE A

Aku sayang kalian. Aku harap, siapapun itu. Kita gak akan melupakan kenangan milik kita ^-^ 

Salam Hangat, 
Annida Sholihah. Maret 2014

NOTE AKHIR: Postingan ini di buat atas dasar perjanjian aku dengan Nisa. Aini juga sih, tapi entah dia mau buat gak ya? Karena Ai kan gak suka nulis >,< wkwk~ 
Baikalah. Aku minta maaf kalau ada yang salah nulis dan aku akan memperbaikinya jika kalian tak suka :p