Dear rumah,
taukah kau,
bahwa sama sekali belum ada yang menggantikanmu di hatiku. Tempat tujuan
akhirku saat aku merasa kesepian dan tak sanggup lagi untuk melangkah. Saat aku
merasa dunia sudah terlalu jahat. Saat aku kehilangan semua selera dan semangat
hidupku. Saat aku sudah mulai lelah, atau bahkan, saat aku mulai berfikir untuk
menyerah.
Di sudutmu
itu,
aku memikirkan semua potongan-potongan hidup yang telah berlalu.
Betapa semua yang telah menjadi kenangan itu adalah bukti nyata bahwa aku tak
selemah yang mereka kira. Bahwa perjuangan hidupku bukanlah berhenti pada titik
jenuh disini, bukan sekarang ini.
Aku selalu merindukan sudut itu, di kamarku. Tempatku memaki hidup
yang penuh dengan ketidak-adilan. Di sudut itu, aku menangis, tertawa bagai
orang gila, atau berhenti bernafas sejenak. Berhenti untuk semuanya, dalam satu
detik.
Aku rindu sudut itu, sudut tempatku merenung atas semua dosa yang ku
torehkan. Menangisinya, menyesalinya, memberikan waktu untukku membenci diri
sendiri, kemudian bangkit kembali.
Aku rindu sudut tempatku bersujud sejak beberapa tahun ini. Sudut
tempatku melukiskan semua harapan-harapan semu pada Tuhan. Sudut yang menjadi
saksi bisu, bahwa aku pernah bermimpi sedemikian tinggi. Tanpa kusadari, apakah
mimpi itu adalah mimpi yang akan menjadi nyata, suatu hari nanti.
Tak pernah kusadari, rasa rindu ini adalah rasa yang tak pernah ada.
Kalau… aku tak mencoba keluar dari zona nyaman.
Tak pernah kusadari, rasa rindu ini adalah rasa yang sudah tumbuh
perlahan-lahan. Memberikan kenyaman di dalamnya.
Umi, abi, Dinda – Lintang. Keluarga kecil, tanpa pernah berhenti cekcok setiap hari adalah alasan
terbesarku, kenapa aku rindu rumah.
Mungkin juga, itu yang kakak-ku rasakan.
Kita yang jauh. Kita yang bertahan untuk tetap berjuang di sini, demi
mimpi.
Kita yang hanya pulang dengan mengandalkan jadwal libur panjang.
Dear rumah,
sejauh apapun aku melangkahkan kaki untuk merantau, merajut mimpi.
Aku, Nida, tetap akan berhenti sejenak di sana. Sekadar untuk singgah, melepas
rindu, melepas lelah, ataupun merenungkan kembali masa-masa yang telah menjadi
kenangan di hati. Tetap, aku akan pulang ke sana. Duduk di bangku yang sama.
Dan tidur di tempat yang sama.
Dear rumah,
perlukah kukatakan bahwa, aku hanya ingin berjuang. Mewujudkan coretan
kecil tempatku dulu menulis impian di tempatmu.
Semoga, di
hari nanti aku sepenuhnya kembali, aku dapat mengatakan, “Hey… aku berhasil.”
Aamiin!
Dariku yang
tengah berjuang di tanah rantau,
© Nida
Semarang,
Maret 2015
No comments:
Post a Comment
Bikin orang bahagia gampang, kok. Kamu ngasih komentar di postinganku saja aku bahagia.
- Kutunggu komentarmu.