Cerita ini di tulis, saat orang yang nulis lagi bete – kesel – dan kesepian
Tadinya mau
di upload via facebook. Tapi, sangat
di sayangkan…
Nida punya
blog buat apa, coba? Yaudah dah, upload via blog aja. Sekalian ngasih foto
pemerannya kan biar kek di wattpad :p
Hehe, Happy
Reading. Semoga gak absurd, geje dan nyambung ceritanya yak *muacccch.
***
“Ngelamun?”
ujar seseorang, ia kemudian ikut duduk di samping lawan bicaranya.
“Hmmm…”
dengan malas, gadis itu hanya bergumam untuk menangapi pertanyaan terbasi
baginya. Cuek, dingin, dan terkesan gak peka, sudah menjadi kebiasaan untuknya
belakangan ini.
“Lo kenapa?
Cerita dong, ke gue…” ucapnya manis, tangannya mulai penepuk pundak Layla
pelan. Memberi ketenangan untuknya, “siapa tau gue bisa ban…”
Refleks,
ucapan Farel -cowok terganteng se-jagat raya- (*hueeekkks, ganteng hooh? wkwk) terhenti, ekspresinya aneh,
saat tangannya di tepis dengan kasar oleh Layla.
Penolakan.
Gak biasanya,
Layla menolak tindakan penenangan yang biasa Farel lakukan padanya. Ini kedua kali,
sejak persahabatan mereka 4 tahun yang lalu, saat mereka baru kelas 11.
“Ay, lo
kenapa sih?” tanya Farel lembut. Menghadapi cewe seperti Layla emang butuh
usaha ekstra, bahkan lebih ekstra daripada meladeni Vania, pacarnya yang baru
berusia satu iket jagung (?)
Layla hanya
diam, wajahnya menghadap ke area lain, membelakangi Farel.
Dengan kesal
campur frustasi, Farel mengacak rambutnya yang emang berantakan, bingung dengan
situasinya.
“Ay, ngomong
atau gue pergi.” ucapnya, kali ini, tak ada nada kelembutan dalam ucapan Farel.
ting… ting…
Hening.
Farel hanya
mendesah pelan, ia akhirnya memilih untuk meninggalkan tempat itu sebelum
kekesalannya bertambah dan kesabarannya hilang. Gak. Farel gak mau marah-marah
dengan orang yang paling ia sayangi sejak SMA, orang yang sudah ia anggap adik
sendiri. Membiarkan Layla merenungkan masalahnya sendiri, mungkin, adalah jalan
terbaik buatnya, pikir Farel.
Tapi, ternyata,
apa yang Farel kira itu… salah.
Bagi Layla.
Tindakan Farel adalah tindakan akhir dari segalanya. Segala suka-duka
persahabatan mereka yang akan segera berumur 4 tahun.
Karena, sejak
Farel dan Vania pacaran. Layla merasa ada yang berubah. Bukan karena Layla
cemburu pada kenyataan Farel menyukai dan mencintai gadis lain, terlebih karena
Farel telah melupakan Layla. Seakan dunia Farel hanya untuk Vania. Gak pernah
lagi sejak Farel dan Vania pacaran. Mereka melakukan hal-hal konyol berdua,
bahkan, Farel tak pernah lagi bisa menemani Layla hanya untuk sekadar makan
siang bersama.
Air mata,
yang semenjak tadi menjadi pertahanan paling akhir yang bisa Layla tahan,
akhirnya… tumpah ruah, membasahi pipinya yang chubby.
Layla
menghela nafas penuh dengan perasaan campur aduk setelah puas menangis dan
membersihkan air matanya dengan tisu basah, ia bangkit, berjalan pelan menuju
tempat kost-nya, dan menutup pintunya rapat-rapat, melanjutkan kegiatan
menangisnya yang tertunda.
Di tempat
lain, Farel tengah berbahagia dengan Vania. Sesekali mereka saling mencicipi
menu makanan yang mereka pesan. Vania dengan riang, bercerita mengenai
pengalamannya makan es krim di tempat legendaris ini.
“Jadi, ini
tempat favoritmu?” tanya Farel tanpa berhenti menyendok cheesecake pesanananya. Salah satu kue favoritnya dan favorit
Layla, jika mereka mengunjungi tempat ini, bersama.
Kenapa Farel
malah jadi keinget Layla, ya?
Duh, cewek itu udah pulang belum? Lagi
ngapain? Udah makan belum, ya? Apa perlu gue beli kue-kue ini dan es krim untuk
Layla?
Pikiran Farel
meracau kemana-mana, dan semua itu menyangkut Layla! Bahkan, Vania yang masih
sibuk bercerita panjang kali lebar sama sekali gak dapat respon.
“Sayang, kamu
kok ngelamun?” tegur Vania, ia mencubit lengan Farel dengan gemas, “Aku
ngomongnya panjang-panjang gak dengerin? Duh… capek deh, ya.” Vania cemberut,
pipinya yang tirus -berbeda dengan Layla yang cenderung chubby semakin membuatnya terlihat cantik, bak model.
Jika itu
Layla, Farel pasti langsung mencubit pipinya gemas. Tapi, ini Vania, pipinya di
cubit gak berdaging, ntar malah kesakitan deh tulang-tulangnya, kan kasian.
Akhirnya, yang selalu Farel lakukan, cuman tersenyum penuh kharisma cewek
manapun, pasti meleleh dan membalas genggaman tangan Vania di lengannya.
“Aku
dengerin, sambil menerawang… jadinya kan ngelamun.” Farel kembali mengumbar senyumnya
sejenak, “kamu sih, ceritanya menghayati banget.” Padahal itu bohong. Yaaa,
demi kebaikan bersama. Kalo ada yang marah, bisa berabe permasalahannya deh.
Vania semakin
mendekatkan dirinya ke arah Farel. Ia ikut tersenyum dengan bahagia.
Mereka
akhirnya pulang saat matahari sudah mulai menguning. Gak lupa, Farel membeli
beberapa es krim kesukaan Layla dan dua porsi cheesecake sebagai oleh-oleh. Saat Vania tanya itu untuk siapa,
Farel cuman bilang, “Buat temen-temen kost, sayang.” gituuu deh.
-bersambung.
Bodo
amaaaaattttt!!!!
Mau ceritanya
nyambung atau engga.
Bahkan ini
lebih mirip ceritanya Dion, sama Aida.
Mboh lah.
Nida akhir-akhir ini sukaaaaaa banget sama persahabatan cewek-cowok yang
begituan, wkwk (*efek kesepian.)
Lanjutannya
ntar yak, kalau mood bete aku menyerang
kembali. Soalnya, akhir-akhir ini semakin sibuk. Sibuk liburan yang tertunda,
hmffffft. Sedih bet dah. Gagal pulang.
Temen-temen
di Serang udah pada bilang, “Bu toyiiiiiib. Neng toyiiiib. Istri toyiiiib.”
Lah,
emangnya, aku punya pacar di sana? Weeeek, aku single gini. Pulang-pulang juga
pasti ketemu kalian, terooos cuman di tagihin oleh-oleh doang -___-
Oke, bye! See
you, kesayangan :*
castnya siapa?wks.
ReplyDelete