[ PART 2] SELAMAT MEMBACA... Jangan Bosen, yakkk XD
[AUTHOR POV –Sudut pandang Penulis]
6 Bulan Kemudian.
Seperti tak pernah terjadi apapun. Dion telah
menjadi Dion yang dulu. Begitu pula Aida. Mereka menjalani kehidupan kampus
masing-masing, seperti biasanya.
Dan untuk Laksintya... Tak pernah ada yang tau cara
untuk menghubunginya.
6 bulan yang lalu. Setelah Dion pergi ke tempat
dimana pertemuan pertamanya –tempat latihan musik itu- Ia mencari Sintya hingga
ke rumah ibunya yang lama. Nihil! Mereka bilang, Laksintya telah pindah ke
Rumania – Bucharests, malam sebelumnya. Dan harapan Dion untuk memperbaiki
hubungan itu... Telah Dion putuskan.
Hubungan Dion dan Aida juga mulai renggang. Dion
yang semakin sibuk, atau Aida yang memang tak lagi punya alasan untuk terus
bertemu dengannya.
Biasanya, mereka akan bertemu minimal 3 kali dalam
seminggu –hanya untuk mengeluh dan membicarakan masalah mereka satu-per satu-
Saat ini... mereka hanya –kadang- bertemu secara tak
sengaja. Baik itu di kantin ataupun di koridor kampus, dan hanya saling tersenyum
dalam diam. Tanpa sapaan.
Sore itu... Dengan langkah dan obrolan ringan bersama temannya, Dion
berjalan melewati mading fakultas Fisipol setelah kelas pratikum. Ada beberapa
koridor yang searah menuju gerbang utama yang menghubungkan antara fakultas Musik dan fakultas Fisipol. Dari kejauhan, Dion dapat melihat Aida yang tengah
duduk sendirian. Dengan blazer putih-hitam khasnya.
“Sendirian?” Sapa Dion.
Tak ada jawaban.
“Hujan akan reda, sebentar lagi.” Lanjutnya, memecah
keheningan.
Aida tetap diam. Ia... terlihat, tidak punya
semangat.
“Huh... Kamu jadi ngebosenin akhir-akhir ini. Lagi
pula, apa salahku? Aku sudah...”
“Jangan berbicara denganku.” Potong Aida. Ia
berdiri, tangannya yang pendek mulai terulur pada tetesan air hujan, yang mulai
turun beberapa menit lalu.
***
[AIDA POV – Sudut pandang Aida]
Aku bisa merasakan langkah Dion yang mendekat.
Seperti yang kukira, dia pasti akan duduk di sampingku. Jujur saja, aku sedang
dalam mood yang buruk.
“Hujan sialan.” Desisku, pelan.
“Sendirian?” Suara Dion mulai terdengar. Aku
bergeser, dan berusaha untuk tidak terpancing dengan basa-basinya yang... yah~
membosankan.
Tindakan spontan. Aku mengulurkan tangan menuju
rintik-rintik air hujan. Kegiatan favoritku dalam proses menunggu hujan reda.
Dion masih duduk di tempat yang sama –seakan sedang berbicara sendiri-
Bisa
kurasakan, ia memperhatikan caraku dengan tatapan aneh.
“Ada surat yang datang minggu lalu... Untukmu.” Ucap
Dion kemudian.
Aku tertarik. Dan aku mulai menoleh padanya, penuh
dengan kilatan rasa penasaran.
“Dari Laksintya.” Aku tetap memperhatikan Dion, ia
mengeluarkan sebuah pos-id yang masih tertutup erat. Tanda bahwa, sama sekali
belum ada yang membukanya.
Di bagian depan. Ada tulisan tangan indah, dan
namaku. Juga alamatnya dan alamatku.
Dari situ, aku tau bahwa surat dikirim melalui jasa
khusus. Surat ini ditulis, 5 bulan yang lalu dan akan sampai tepat pada
seminggu yang lalu, bulan ini.
Rumania. February
2014.
To: Aida Sabila.
From: Laksintya.
Aku masih menatap Dion penuh dengan tanda tanya.
Dion mengangkat bahu, tersenyum tipis.
“Surat itu hanya buatmu. Ambil dan bacalah.” Dion
bangkit. Berjalan menjauh, sebelum aku mulai menyadari apa arti ucapannya
barusan.
“Dion...!!! Untukku?” Teriakku setengah bingung, setengah
penasaran. Harusnya Sintya mengirim surat ini untuk Dion!
“Ya. Dia hanya mengirim itu atas namamu. Jangan
khawatir, aku belum membacanya.”
Teriak Dion kemudian.
Aku masih menatap punggungnya yang semakin menjauh
dan hilang di belokan pertama pintu keluar fakultas. Dan pandanganku beralih
pada pos-it itu.
_ _ _
Dear~ Aida.
Saat kamu
membaca suratku. Aku yakin. Aku sudah tak lagi bernafas di dunia ini.
Tentang
pertemuan terakhir kita... Maafkan aku.
Juga tentang
harapanmu.
Aida... Aku tau,
kamu mencoba memperbaiki hubunganku dengan Dion.
Aku tau, kamu
hanya ingin melakukan yang terbaik.
Ketahuilah.
Keputusan ini adalah keputusan yang terbaik buatku dan dia.
Terakhir dan
untuk yang kesekian kalinya, aku merasa malu harus meminta sesuatu padamu
sehingga harus mengirim surat ini.
Aku ingin
mengucapkan terima kasih dan maaf.
Kamu adalah...
Sahabat terbaik yang pernah Tuhan pertemukan untukku.
Dan Dion adalah,
laki-laki terhebat yang pernah aku kenal. Dan aku cintai.
Aida... Bantu
aku, untuk menolongnya menemukan perempuan lain yang lebih baik dariku.
Kamu pasti bisa.
Karena kamu punya hati yang tulus dan murni.
Dan aku berdoa
untukmu. Kamu akan hidup bahagia. Menemukan cinta sejati. Dan berbuat baik,
seperti yang kamu impikan.
Aku harap, jika
ada kehidupan selanjutnya. Tuhan mau memberiku kesempatan untuk hidup lebih
lama di dunia. Atau mungkin, setidaknya... di kehidupan lain, aku ingin bertemu
denganmu dan Dion...
Salam,
Laksintya
_ _ _
Aku mulai menangis. Aku selalu egois dan menganggap
bahwa semua itu salah mereka. Saat Dion dan Laksintya memutuskan untuk putus
dan mengakhiri hubungan. Setelah melihat Dion yang berubah dratis karenanya,
setelah mengetahui Laksintya yang memintanya agar putus dengan cara
meninggalkan Dion, setelah semua kejadian yang membuatku lelah. Kupikir, ini
salahnya. Salah dia. Laksintya.
Aku sudah membenci Laksintya selama 3 tahun. Ya. 3
tahun bukanlah waktu yang pendek. Dan 6 bulan lalu, saat aku mengetahui
bahwa... Laksintya sakit... Semua itu, agak~ aneh.
***
[DION POV –Sudut pandang Dion]
Aku mengecek ponsel kesayangan sejak zaman SMA,
Nokia Lumia. Dan mendapati ada beberapa pesan masuk. Salah satunya, dari Aida.
Belakangan. Sejak kesalahan-pahaman antara aku dan
dia mengenai Laksintya. Hubungan kami sebagai orang-yang-saling-bergantung itu
menjadi renggang.
Dan aku ingin sekali menjelaskan masalah ini
padanya, atau setidaknya membuatnya untuk mengerti. Tapi, tidak...Tidak bisa.
Sayangnya, karena dia juga mengenal Laksintya... Aku
juga menyesal, menyeret Aida dalam masalah ini.
Temui aku di
McDonald. Pukul: 17.00wib. Setelah kelas terakhir.
Ini sudah pukul 17.05 wib. Aku berlari menuju sepeda
motorku dan membawanya ke arah McDonald.
Aida sudah berada di bangku yang sama setiap ia
makan di tempat ini. Ekspresinya tampak bosan.
“Maaf... telat.” Aku duduk di seberang kursi
tempatnya duduk. Ia menatapku sambil tersenyum dan mulai menjitak kepalaku~
uuuuh... pelan, tapi sakit.
Aku mengaduh dan membalasnya. “Tak kena!!!!” Ucapnya
manis, disertai dengan juluran lidahnya. Memalukan :3
“Apa-apaan, ini?”
“Hukuman!!! Telat 15 menit.” Jawab Aida tanpa rasa
bersalah. Aku masih mengaduh dan mengusap dahiku, pelan.
“Jadi, sudah baikan? Lama sekali rasanya...” Aku mulai
menghitung jari dan berhenti pada jari yang ke-6.
“Oh~” ____ “Maafin aku soal kesalahan pahaman ini.
Aku gak marah kok, aku cuman lelah sama urusanmu.” Ucapnya blak-blak-an. Sangat
polos! Sejak TK, anak ini gak pernah berubah. Terlalu polos...
Aku tersenyum, mengacak kerudung pasminanya hingga
berantakan. Dan tertawa puas. Dan terus menatapnya yang tengah cemberut.
“Ihhh~ edan luh bro. Ini rusak tau!” Protes Aida
dengan nada kesel.
“Ya. Maap. Siapa suruh marahan selama itu. Kan ane
bosen~” Aku menyerigai.
Dan sepanjang hari itu... Di McDonald. Kami tak
membahas masalah utama yang membuat kami jadi salah paham. Tentang Laksintya.
Kupikir, biarkan yang tadi jadi momment untuk
berbaikan dengannya. Aku rindu, bersikap jahil padanya. Karena hanya dialah,
yang tak pernah marah jika aku lakukan hal tadi. Sangat lucu.
***
[AIDA POV – Sudut pandang Aida]
Setelah cukup puas mengenyangkan diri dan saling
bercandaan layaknya anak TK –kebiasaan kita- Aku dan Dion berjalan pulang
bersama. Dengan mengendarai motornya, tentu saja.
Sebelum berpisah. Aku ingin tau satu hal. Dan dengan
gugup, berharap Dion tak akan marah kembali. Aku memberanikan diri bertanya.
“Apa yang terjadi, antara kamu dan Laksintya?”
Tanyaku hati-hati.
Dion menoleh, ekspresinya kaku. Tapi, syukurlah...
ia kemudian tersenyum beberapa detik kemudian.
“Kita putus dengan baik, mengakhiri semua ini dengan
baik.” Dion menghela nafas panjang, sebelum mulai melanjutkan, “Aku berbicara
dengannya malam sebelum dia pergi ke AS dan aku menghubunginya malam sebelum
dia pergi ke Bucharest. Kita saling minta maaf dan dia bilang... Dia ingin
mangatakan sesuatu. Bahwa dia bersyukur bertemu denganku.” ____ “Aku dan Sintya
tidak pernah di takdirkan untuk bersama sampai akhir. Kamu pasti akan mengerti
suatu hari nanti. Seperti yang pernah kamu katakan dalam jurnalmu: Bahwa cinta
itu gak harus memiliki. Kupikir, kamu benar. Dan aku berani bertaruh, kamu gak
mengerti keseluruhan arti kalimat itu, ya kan?” Jelas Dion panjang lebar dan
berakhir dengan pertanyaan. Aku mengangguk. Malu.
Ia menepuk pundakku pelan. “Makasih buat semuanya.
Kamu sahabat terbaik buatku. Dan aku juga minta maaf karena ngebuat kamu salah
paham. Aku janji, buat lebih jujur lagi dimasa depan ke kamu.”
Aku melongo. Dan Dion tersenyum penuh dengan...
Gaya.
Sangat norak >,<
“Sekarang, masuklah. Sebelum kamu kena omelan ibu
kost lagi. Sana hussss~” Belum sempat aku menerjemahkan arti senyuman ‘sok’ itu... Dion sudah
mendorongku masuk ke pintu asrama putri.
Saat aku tersadar, aku mulai tersenyum penuh arti.
***
PROLOG.
[AUTHOR POV –Sudut pandang penulis]
Kadang, mencintai bukan berarti memiliki.
Kadang, suatu cerita bukan berarti selalu berakhir
bahagia.
Kadang, sesuatu bisa hilang dan pergi.
Sejak terakhir kalinya Dion berbicara dengan
Laksintya. Dia sudah memutuskan bahwa... Ia perlu keikhlasan. Untuk
merelakannya pergi.
Dan ya. Laksintya memang sudah tidak lagi hidup di
dunia ini. Tuhan sudah mengambil nyawanya. Tapi, dia hidup di hati dua orang
yang pernah mengenalnya dengan baik. Dua orang yang mencintainya, sebagai
sahabat ataupun sebagai perempuan.
Dion dan Aida. Dua orang yang di tinggalkan itu...
Dion belajar arti mencintai darinya.
Aida belajar
arti ketulusan darinya
dan Laksintya, belajar arti hidup dari Dion maupun Aida.
Hidup adalah...
“Tentang menghargai seberapa waktu yang kamu punya
itu...” Ucap Aida dalam hati.
“Dan tentang belajar, memiliki impian dan membuat
kenangan yang indah dengan baik...” Sambung Dion.
Mereka berdua menoleh, sebelum benar-benar menutup
pintu gerbang asrama masing-masing. Senyuman singkat terbesit di bibir mereka.
“Selamat jalan Laksintya. Berbahagialah di Surga.
Kita pasti akan merindukanmu...”
-
THE END
***
Gimana ceritanya? Absurd...? Bisa jadi...
HA! Aku mengerjakan ini dalam 2 hari, men! Yak. 2 hari >,<
Dan ini adalah Cerpen kesekian kalinya yang aku buat, setelah UN. Uh~ jarang-jarang aku menulis Cerpen.
Itu semua demi janji aku, ceritanya panjang deh. Dan belakangan, sewaktu aku buka pesan lama di HP. Masih ada pesan aku dan si bro tentang obrolan ide cerita ini.
Dan waktu aku tanyain di message, eeeehhh~ katanya: Lupa. Dan lupakan! gitu deh.
Mubazir kalau aku gak posting. Yasudah deh. Posting!
Sejujurnya, aku gak tau Ending dari cerita ini. Dan bahkan, aku kebingungan mau dibawa kemana ceritanya. Ujung-ujungnya... Tokoh utama dalam cerita adalah si Aida. Bukan Laksintya.
Laksintya memang sumber dari cerita. Tapi, sayangnya dia bukan tokoh utama. Tadinya, mau aku buat sebagai tokoh utama. Tapi, malah jadi lebih ngawur. Yaudah deh... beginilah jadinya. Hahah
Ngomong-ngomong, biar semakin komplit. Aku bersedia ngasih beberapa cartoon: Dion, Aida dan Laksintya sebagai gambaran nih.
Semoga aja... kalian suka XD
Dion |
Aida Sabila |
Laksintya |
No comments:
Post a Comment
Bikin orang bahagia gampang, kok. Kamu ngasih komentar di postinganku saja aku bahagia.
- Kutunggu komentarmu.