MIDNIGHT
MEMORIES
A Story (Cerpen) by Annida Sholihah
Genre:
Romance, Sad
"Ketika cinta itu pergi, dia akan selalu ada di dalam hatimu. Di dalam kenanganmu."
Winter, 2009. Jembatan London,
England.
Seorang
pria dengan mengenakan topi baseball Amerika berlari kecil di sepanjang jembatan yang
menghubungkan Kota London dan Southwark, ia bergumam dengan suara yang cukup
keras. Cukup lantang untuk di dengar oleh dirinya sendiri, “Sial! Gadis
sialan!”
Ia
menendang sesuatu dengan kaki panjangnya. Kepalanya
terangkat, sehingga, mata hijaunya yang besar dapat menatap salah satu bintang paling berkelip di antara bangunan southwark cathedral yang menjulang tinggi.
Dengan susah payah, laki-laki itu tampak bergolak dengan hatinya sendiri. Tanpa
mengiraukan angin malam di musim dingin, ia menangis. Benar-benar menangis.
***
February, 2014. Gedung Welsh Centre,
London.
“Miss Natalie, sayang?”
“Miss Natalie, sayang?”
“Ya?”
Gadis itu menoleh seketika saat namanya di panggil, penampilannya terkesan
berantakan. Celana jeans cokelat dan kemeja putih, terlihat tak pantas di
kenakan seorang gadis untuk pergi ke pesta pernikahan. Walaupun, pesta itu
milik sahabat dekatnya.
“Ya ampun. Tak heran ini kau,” Ucap gadis satunya setengah kecewa, setengah malu. Ia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri beberapa kali, mata birunya mengamati, tangannya yang di balut sarung tangan kontars mendarat di dagunya, “Harusnya aku mengajakmu ke tata riasku sekalian. Aaaah sungguh malang sekali, sayang.”
“Ya ampun. Tak heran ini kau,” Ucap gadis satunya setengah kecewa, setengah malu. Ia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri beberapa kali, mata birunya mengamati, tangannya yang di balut sarung tangan kontars mendarat di dagunya, “Harusnya aku mengajakmu ke tata riasku sekalian. Aaaah sungguh malang sekali, sayang.”
Natalie
mendesah frustasi, “Sepertinya kau sibuk. Kesanalah! Urusi urusanmu saja, aku ingin
makan-makan,” Ucap Nat kemudian, ia mendorong sahabatnya menjauh.
“Baiklah,
Nate. Nikmati pestanya, aku akan segera kembali.”
Dengan
nafas yang berat, Natalie menatap sahabatnya yang sibuk dengan
‘keluarga baru’ di pesta pernikahan yang indah. Nat masih menatap tempat yang
sama dimana sahabatnya itu berada. Kali ini, ia melihat sebuah frame besar,
seperti lukisan dinding. Lukisan dua orang malaikat putih yang berpose sangat
mesra, “Terlalu norak sekali,” Cibir Natalie pelan.
Di
ujung foto itu, ada dekorasi berbentuk tulisan dan beberapa lampu neon keemasan,
yang mulai menyala seiring dengan tenggelamnya matahari, di sana tertulis
dengan sangat jelas: “THE WEDDING: HARRY STYLES AND ANNA STEWART.”
Tanpa
merasa malu, Natalie memakan berbagai jenis hidangan yang tersedia di meja
panjang dengan lahap, diam-diam seseorang memperhatikannya dari kajauhan. Di
suatu sudut, orang itu tersenyum simpul. Ia sudah memperhatikan Natalie sejak
di pintu masuk. Karena penampilannya yang tak biasa? Bukan. Karena gelang yang
di kenakan Natalie. Gelang pemberian kakaknya, 5 tahun lalu. Saat itu merupakan
terakhir kalinya Natalie menemuinya. Natalie menyadari, ada
yang menatapnya diam-diam, “Si rambut pirang… Kenapa dengannya?” Ujar Nat dalam
hati.
“Namaku
Niall,” Tangan Niall terulur di hadapan Natalie, pakaian yang di kenakan terlihat
lebih baik dari para tamu pria muda kebanyakan. Seperti biasanya, Niall selalu
memandukan gaya santai dan rapi untuk acara formal. Dengan T-Shirt putih dan jas
cokelat polos, serta celana jeans merk Levi’s. Terkesan stylis, namun tak
berlebihan.
“Semua
orang pasti mengenalmu, huh?” Sindir Natalie pelan. Benaknya bertanya-tanya,
apakah si setengah pirang ini mengenalnya? Kenapa ia menatapnya seperti itu?
Apakah dirinya aneh? Atau jangan-jangan, ia tertarik padanya? Semacam itulah…
“Aku
tak tertarik. Mana ada pria normal yang akan tertarik dengan tingkah lakumu
barusan?” Niall tersenyum jahil, seakan dapat membaca pikiran Nat. Ia melepas
kacamata hitamnya dan mengendikkan bahu, tak peduli.
“Gelang
itu… dimana kamu membelinya, cantik?”
Natalie
ternganga mendengar kata ‘cantik’
dari orang lain. Seumur hidupnya, hanya kakak dan ibunyalah yang pernah
mengatakan kata-kata ajaib itu. Bahkan ayahnya tak pernah, ibu dan kakaknya.
Mereka berdua perempuan.
“Apa
yang tadi kau katakan?”
“Gelang
itu?” Ulang Niall memperjelas. Dari ekspresinya, ia tampak bosan.
“Ehehe-
Maksudku, kata yang terakhir,” Natalie tertawa tanpa sebab, membuat Niall
semakin heran. Dengan serius, Niall memperhatikan caranya tertawa, ingatannya kembali
pada 5 tahun yang lalu.
***
[Flashback] Tahun 2009.
Dua
orang dengan pakaian couple tengah berjalan bersama di tepi pantai. Jari-jari
mereka bertautan, bersatu dalam siraman matahari pagi. Dua orang itu
bermain dengan riang, saling menjatuhkan, melempar pasir yang basah dan menyibakkan deburan ombak yang melewati mereka. Tawanya alami, keduanya
terlihat bahagia. Salah satu dari kedua orang itu, adalah Niall.
Tantanan
rambut Niall masih sederhana, seperti kebanyakan orang. Warna rambutnya masih alami, cokelat tua kehitaman. Niall hanya remaja laki-laki biasa yang
hobby makan, bermain gitar dan tertawa seperti anak-anak. Senyumnya tak pernah berubah. Dengan mata hijaunya, gadis manapun akan meleleh.
Gadis di sampingnya, Brin Cassidy. Brin terkenal sebagai seorang penulis
muda berbakat di kampus. Ia lebih tua 2 tahun dari Niall. Tapi, tak ada yang
bisa menghalangi cinta mereka. Niall bertemu Brin secara tidak sengaja dan
menjadi dekat seiring dengan berlalunya waktu. Brin, merupakan cinta pertama
yang mengubah hidup Niall.
Brin
menghentikan permainan, ia mengapit lengan Niall dengan manja, membawanya
menjauhi ombak, “Niall… Ayo kita kesana,” Ucap Brin riang, salah satu tangannya
yang bebas menunjukkan sebuah tempat dimana kita dapat melihat matahari terbit.
Di sampingnya, Niall hanya tersenyum menyetujui. Hari masih
terlalu pagi. Tak ada orang di sana selain mereka.
“Aku pasti akan merindukan tempat ini,” Niall tetap diam membisu, ia menunggu
Brin mengucapkan kata selanjutnya. “Sungguh, maafkan aku,” Brin berbalik,
tersenyum. Air mata sudah membasahi pipinya yang chubby. Ia berusaha
mengatur nafas dan nada suaranya, sebelum mengucapkan kata berikut, “Aku
sudah mengatakan semuanya. Jadi, jika sudah saatnya. Maukah kau berjanji?” Sambung
Brin, “Maukah, hm…. Kamu mau kan?” Tangisnya tertahan, Brin menguncangkan tubuh
Niall pelan. Niall menarik Brin ke dalam pelukannya, tak ada kata-kata yang
keluar.
“Niall…”
Akhirnya Brin mengalah, melepaskan pelukan itu, menghela nafas panjang.
“Aku
berjanji Brin, jangan khawatirkan aku, oke?”
Mereka
berdua kembali bersenang-senang, seakan lupa akan masalah yang baru saja
terjadi. Brin berlarian seperti anak kecil di sampingnya. Walaupun hatinya
pedih, Niall tetap tersenyum, menatap tawa Brin. Untuk yang terakhir kali.
Flashback End
***
“Miss
Cassidy?” Tanya Niall penasaran,
“Errrrr…
Darimana kau tau?” Natalie mendelik, matanya yang cokelat terlalu jelas terlihat, seperti langit London saat senja. Dan Niall menyadari itu, Nat maju selangkah lebih dekat,
“Jangan-jangan kau penguntit, ya?” Tanyanya penuh intograsi.
Secara
tak sadar, Niall kembali tersenyum, “Tidak. Aku hanya tau saja.”
Natalie menarik tangan Niall ke tempat yang lebih aman, di
sudut aula. Menghindari kemungkinan gadis-gadis histeris menemukan mereka berdiri berdekatan.
“Hey. Katakan sejujurnya, dimana kau tau semua ini? Cassidy
dan Gelang ini? Apa-apaan in…” Lagi, kata-kata Natalie menggambang begitu saja,
ia menyimpulkan sesuatu, “Aaaaah. Kak Brin, iya kan?” Melihat Niall yang diam
saja, Nat menyikutnya.
“Kau tak tau apapun ya?”
“Memangnya kenapa dengan kakakku? Apa yang terjadi?”
“Tak tau?” Ulang Niall tak percaya, ia mendesah kesal,
“Kakakmu itu… menghilang kan?”
“Ya. Dia memang menghilang begitu saja, tapi… Eh tunggu!” Natalie kembali terkejut, bola mata Nat hampir keluar, saking kagetnya, “Kakakku menghilang? Menghilang selamanya, begitu maksudmu?”
“Ya. Dia memang menghilang begitu saja, tapi… Eh tunggu!” Natalie kembali terkejut, bola mata Nat hampir keluar, saking kagetnya, “Kakakku menghilang? Menghilang selamanya, begitu maksudmu?”
“Ya. Selamanya,” Jawab Niall. Hal itu sukses membuat Natalie
berteriak dan menarik perhatian orang lain. Sial!
***
“Tutup
mulutmu!” Niall menarik lengan Natalie secara paksa, membawanya ke suatu tempat,
dengan mobil ford range rover milik ayah Niall, keluaran terbaru.
“Ini
penculikan? Oh My God, btw berapa nomer teleponnya pak polisi?” Nat berbalik
menghadap ke arah Niall yang sibuk menyetir. Dengan polos, Natalie mengambil Handphone Niall yang berada tak jauh
darinya. Belum sempat ia raih, Niall mengarahkan mobil dengan tiba-tiba untuk
berbelok. Refleks, Nat terbentur ke
depan.
“He-eh. Jika tak boleh, bilang saja tak boleh! Aiiish, sakit sekali! Dan apa maksudmu,
tentang kakak?” teriaknya kesal. Rasa kesal Nat naik menjadi level tiga, saat
tau Niall sama sekali tak peduli. Niall berjalan ke luar, memenjamkan mata. Nat
memutuskan untuk mengikuti caranya memenjamkan mata.
“Kakakmu…
menghilang selamanya dari pandanganku,” Ucap Niall kemudian, kenangannya
kembali pada masa lalu. Bayangan dirinya yang berjalan bergandengan, meniup
kembang api, dan melempar batu bersama-sama di atas menara southwark cathedral terekam
jelas, “Sudah lima tahun…” Niall masih memenjamkan mata. Nat mengamatinya
dengan perasaan campur aduk, antara simpati dan peduli.
“Sudah
lima tahun aku tak menemuinya. Ia bilang akan pergi… Entah kemana, kita
mencarinya kemanapun, tetap saja nihil,” Dengan tiba-tiba, Nat juga merasa
hampa, air matanya hampir tumpah mengingat semua kenangan yang pernah ada, “Kau
pasti cinta pertama kakak, dia pernah bilang, dia sangat mencintaimu, sebagai
adik.”
Kata-kata
Natalie barusan sukses membuat Niall menghentikan sesi flashback nya, “Ya, hanya sebagai adik,” Ujar Niall lemah.
Natalie
memandangi sungai Themes yang terbentang luas di depan, menerawang, “Itu
rahasia kakak, kenapa dia pergi dari kita. Bagaimanapun juga, tak ada yang bisa
membuatnya kembali. Jangan membenci Brin, kumohon…” Ucap Natalie, lebih seperti
sedang mencoba bernegosiasi dengan dirinya sendiri. Niall yang memang masih tak
mengerti hanya tertawa hambar.
“Sungguh,
pertama-tama. Lupakan kakakku. Karena pasti sulit, mencintai seseorang hanya
dalam kenangan.”
“Hey,
Cassidy. Kenapa kau sangat bawel? Siapa yang bilang aku membenci kakakmu, apa
kau mencoba menghibur dirimu sendiri? Dasar bodoh!” Niall menggunakan
kesempatan ini untuk menjitak dahi Nat yang tertutup dengan rambut.
“Aku
tau, aku tau… Sudahlah, dan namaku Natalie. Jangan panggil aku Cassidy, huh?
“Nataly?
Baiklah… Kupikir kau mirip Brin, ternyata jauh beda. Hanya, apa ini? Matamu bahkan berwarna cokelat, dan rambut itu...”
“Hey…
lupakan soal Brin, tidak bisakah kita mengawali pertemuan pertama ini dengan
baik? Ohya, rambutku. Brin kan pirang, sementara aku hitam lebat, apanya yang
sama?” Tanya Nat setengah kecewa, karena pada kenyataannya, Brin jauh lebih
cantik.
Tanpa
mendengar apa yang Natalie katakan, Niall berjalan menyelusuri Jembatan London,
terus ke arah timur. Ke arah Jembatan utama, Tower Bride. Di belakangnya, Nat berlarian kecil,
sibuk dengan tali-tali rendra dari jaket rajutan yang ia kenakan. Rambut tebalnya yang tidak lagi di ikat
kebelakang, bergelombang ke sana kemari ditiup angin, poninya bahkan merusak
penglihatan. Dari ekspresi wajah putih yang menyerupai vampire, Natalie seperti orang stress dan depresi. Diam-diam, Niall tertawa. Ia menoleh
beberapa kali, dan terus berjalan tanpa peduli.
“Hey Nataly!
Cepatlah. Lihat tuh, matahari akan segera terbit!” Teriak Niall dengan jahil.
Nat menyusul Niall dengan langkah yang lebih cepat.
“Namaku Natalie, bukan Nataly. Natalie! Natalie, Nata... Eh, tunggu!” Mereka berdua tertawa bersama. Mereka, dua orang yang tersiksa dengan kenangannya selama 5 tahun terakhir. Dalam hati, Niall bernarasi:
“Namaku Natalie, bukan Nataly. Natalie! Natalie, Nata... Eh, tunggu!” Mereka berdua tertawa bersama. Mereka, dua orang yang tersiksa dengan kenangannya selama 5 tahun terakhir. Dalam hati, Niall bernarasi:
“Gadis ini... Dia mempunyai luka yang sama sepertiku, Brin. Dimana kau? Apa kau baik-baik saja? Aku masih tak mengerti, kenapa kita harus berpisah. Tapi sekarang, aku ingin
mengatakan ‘selamat tinggal’ yang sesungguhnya.”
CATATAN:
Cerpen ini di ikutkan dalam tantangan "@KAMPUSFIKSI" #DeskripsiFisik.
Dengan mengambil tokoh:
Niall Horan sebagai Niall,
dan Demi Lovato sebagai Natalie.
Untuk tokoh pendukung:
Taylor Swift sebagai Brin Cassidy