Monday, December 30, 2013

[CERPEN] I LOVE YOU, BUT...

“I Love You. But…”
A Cerpen by Annida Sholihah
A story inspiration by Ibu Siti Khodijah



Serang - Banten, tahun 1990

ARIF
Beberapa gadis tengah berjalan bersama teman-teman mereka di sore hari. Seperti biasanya, gadis-gadis yang berkumpul dan bersatu dalam suatu komunitas di lingkungan itu selalu melakukan hal  yang rutin  mereka lakukan setiap sabtu sore. Bekumpul dan menceritakan pengalaman mereka di suatu tempat.  Totalnya ada empat orang. Mereka berjalan membentuk dua barisan dan tertawa mengoda ke arah segerombolan pemuda ‘komplek’ yang tengah mengerjakan tugas sekolah bersama. Pemuda-pemuda itu sebagian besar pemuda tingkat akhir di bangku setingkat SMA. Waktu itu SLTA namanya. Hampir setiap sore mereka berkumpul di tempat semacam ‘saung’ untuk bertukar soal dan mengerjakannya bersama-sama. Sejak dulu sampai hari ini, tak ada hal yang mudah. Terutama untuk tes masuk perguruan tinggi.
Anak laki-laki itu menghentikan kegiatannya sejenak. Bersiul riang mengamati gadis-gadis wangi melati dan mawar melesat di depan mereka. Diam-diam salah satu dari mereka terus menatap seorang gadis dengan jepitan rambut kupu-kupu dengan pandangan yang berbeda. Namanya Arif. Dan gadis itu, Sinta.
Arif merupakan kakak kelas Sinta di sekolah. Ia tak banyak bicara dan terkenal sebagai ‘panggeran es’ yang jarang tersenyum, mengobrol, atau bahkan sekadar menyapa. Terutama Perempuan. Tampaknya Arif seperti kebanyakan laki-laki lain. Hanya saja, sifat anehnya –tak pernah berurusan dengan perempuan- itulah daya tarik yang benar-benar membuatnya terkenal di seluruh sekolah. Banyak gadis-gadis yang membicarakannya di jeda pelajaran, saat istirahat, atau mungkin saat mereka mampir ke kamar mandi, banyak dari mereka yang berharap dapat sekedar mengatakan ‘hallo’, lebih baik jika dia tersenyum ramah atau jika tidak mengatakan ‘hallo juga’. Seperti itulah. Ekspresinya selalu datar jika berurusan dengan perempuan. Tinggi, berbahu bidang, suaranya khas di tambah model rambut Mohawk yang menjadi trend pada jaman itu membuat gadis manapun akan jatuh hati padanya.
            Mereka menyadari Arif masih menatap ke arah di mana gadis-gadis menghilang di belokan pertama dan bahkan sudah tak tampak lagi punggungnya. Salah satu dari mereka –Rian- menyenggol lengan Arif pelan. Tersenyum penuh misteri. Hari-hari Arif akan semakin berat, jika ia kepergok kejadian seperti ini.
“Wuh. Kartu AS yang bagus bung” Bisik Rian di tepat di telinganya. Pipi Arif memerah. Malu sekaligus kesal. Ia melotot tajam, menyuruhnya diam.
Ketiga temannya yang lain penatap mereka berdua penasaran. Sepanjang sisa waktu hari itu, Arif tak bisa fokus pada tumpukan kertas di hadapannya.
Sial! Umpatnya.
“Okelah. Selesai sampai sini saja. Okelah, ayo kita pulang. Beres-beres dahulu jangankan lupa” Reki, sebagai pemimpin acara belajar angkat bicara. Tanda belajar usai. Arif menyadari ia sama sekali belum mengerti apapun yang di pelajari hari ini. Sebelum benar-benar masuk ke dalam tas jinjing Reki. Ia menyambar semua kertas-kertas latihan itu dan berseru,
“Saya pinjam dulu Rek, nanti saya kembalikan jika sudah. Oke bung?” Teriaknya. Di tempat yang sama, Reki hanya menghela nafas panjang.
***

SINTA

“Tadi dia menatapmu, kamu tau itu kan?” Tanya gadis rok abu-abu selutut –Nana- dia sahabat Sinta sejak sekolah dasar. Sinta pura-pura terkejut,
“Siapa?” Tanyanya polos
“Ituuu… aah, siapa ya namanya? Yang terkenal sebagai panggeran es”
“Arif?” Nada suaranya datar, terkesan tak peduli. Jelas-jelas Arif sangat terkenal, mau di sekolah, di komplek, di seluruh Desa ini. Orang-orang akan tau tentangnya, terutama. Yaaah, gadis-gadis. Nana juga bukan orang baru di sini. Jadi, sudah pasti. Nana hanya memprovokasinya.
Sinta mengangkat bahu, tak peduli. Atau lebih tepatnya –berusaha tak terpengaruh-
“Aaaah saya gak merasa begitu, mungkin dia sakit perut kali. Jadi dia diam tak bergerak atau mungkin bisa jadi dia lihat hantu? Tapi saya gak mau nakutin kamu. Kata ibu…” Kata-katanya mengambang. Terpotong begitu saja
“Berhenti oke, saya tau. Sudahlah kamu sepertinya tak tertarik iye kan ?” Nana cemberut. Tanda bahwa ia sudah menyerah, senyum simpul terlihat samar di bibir Sinta.
            Mereka berdua kembali ke sebuah tempat berlatar sawah di belakangnya. Dua orang temannya yang lain tengah asyik berpose dalam gaya yang aneh –untuk saat ini- namun wajar di saat itu. Ia dan Nana ikut bergabung. Dua orang dari mereka memakai rok selutut, kemeja kotak-kotak bermotif polkadot dan rambut yang di tata sedemikian rupa, Nana dan Siti. Sedangkan Sinta sendiri memakai celana jeans ketat selutut di padukan dengan T-shirt biasa, tak lupa juga syal kuning yang cantik. Dan teman satunya lagi, ia memakai celana jeans panjang dan kemeja kotak-kotak. Di tambah kacamata hitam. Tadaaaa… Klik! Yup, Mereka mengadakan pemotretan untuk majalah sekolah. Sebelum matahari tenggelam, mereka segera menyelesaikan kegiatannya.
***
“Nana!” Arif memanggil nama perempuan untuk yang pertama kali, di sekolah. Selain di kelas. Selain dalam hal formal tentunya. Yang di panggil tampak terkejut. Ia berdiri, mukanya memerah. Sepertinya karena senang. Ia mengenggam tangan seorang di sebelahnya –yang masih duduk manis- dengan erat. Saking nervous-nya.
“Bisa kita bicara sebentar kan?” ia sedikit berteriak, jarak mereka cukup jauh. Nana mengangguk beberapa kali. Hatinya keburu berbunga-bunga duluan. Di tempatnya Arif hanya menatap sahabatnya kesal, dan yang tak terduga adalah….

Diam-diam Sinta cemburu, di tempatnya.


Komentar : 
Lanjut Part 2. Biar seru dan penasaran ^-^ Tolong kasih komentar dong untuk perbaikan kedepannya. Makasih XD

1 comment:

Bikin orang bahagia gampang, kok. Kamu ngasih komentar di postinganku saja aku bahagia.

- Kutunggu komentarmu.